Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITA

Mulutmu Harimaumu Riza Chalid Kena Batunya Usai Hina Sumbar

Avatar photo
43
×

Mulutmu Harimaumu Riza Chalid Kena Batunya Usai Hina Sumbar

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Foto : YM. M. Rafik Datuk Rajo Kuaso, tokoh adat Pagaruyung, istimewa 

METROPOLITAN POST– Ucapan penghinaan Muhammad Riza Chalid yang menyebut Sumatera Barat sebagai “Provinsi Dajjal” kini berbalik menjadi bumerang. Setelah bertahun-tahun masyarakat Minangkabau menuntut pertanggungjawaban moral, Kejaksaan Agung RI menetapkannya sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus megakorupsi tata kelola minyak mentah 2018–2023 yang merugikan negara Rp 285 triliun lebih.

Example 300x600

YM. M. Rafik Datuk Rajo Kuaso, tokoh adat Pagaruyung dan Ketua Umum Ikatan Pemuda Pemudi Minang Indonesia (IPPMI), mengingatkan bahwa somasi telah dilayangkan sejak 2015 atas pelecehan tersebut.

“Ucapan itu bukan saja melukai hati masyarakat Minang, tapi juga sebuah penghinaan yang bertentangan dengan nilai moral dan agama. Kini, ‘kualat alam’ terlihat nyata: orang yang mengucap kata buruk kini hidup dalam buruan hukum,” tegas Rafik.

Dalam rekaman percakapan, Riza Chalid terdengar menyebut “Padang sama dengan Dajjal” saat berbincang dengan Setya Novanto dan Maroef Sjamsoeddin. Ucapan ini memicu kemarahan luas, hingga IPPMI bersama tokoh-tokoh nasional asal Minangkabau seperti Buya Ahmad Syafii Maarif, Emil Salim, Irman Gusman, Azwar Anas, dan Fahmi Idris—mendesak Riza Chalid meminta maaf di rapat adat Minangkabau. Namun, tuntutan itu tak pernah dipenuhi.

*Dari Somasi Adat hingga Buron Korupsi*
Menurut M.Rafik, sumpah serapah masyarakat Minang bukan hanya sebatas kata. Dalam filosofi adat Minangkabau, siapa yang menghina martabat ranah dan pusaka akan menerima balasan dari alam dan sejarah.

“Hari ini kita menyaksikan sendiri, orang yang dulu menyebut Minang sebagai Dajjal kini ditetapkan DPO oleh Kejagung. Ini bukan sekadar urusan hukum, tapi juga pesan moral: jangan sembarangan merendahkan martabat suatu kaum,” ungkapnya.

Kejagung menyatakan bahwa sejak 19 Agustus 2025, Riza Chalid resmi berstatus DPO karena mangkir lebih dari tiga kali panggilan. Ia diduga melakukan intervensi kebijakan tata kelola minyak melalui PT Orbit Terminal Merak, hingga menimbulkan kerugian negara fantastis.

Padahal, IPPMI bersama para pemuka adat kembali menegaskan sikap: Riza Chalid tetap wajib meminta maaf atas ucapannya yang melecehkan Sumatera Barat. Status buronan korupsi yang kini disandangnya hanya menambah bukti bahwa ucapan buruk berbuah keburukan.

“Kami menuntut keadilan tidak hanya dalam aspek hukum, tetapi juga dalam ranah moral dan budaya. Riza Chalid wajib minta maaf kepada masyarakat Minang di hadapan ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai, sebagaimana pernah kami minta sejak 2015. Jika tidak, sejarah akan mencatatnya sebagai sosok yang hina oleh ucapan dan perbuatannya,” tutup Rafik.

Di lain sisi, HRM. Soekarna Djatmadipoera, Pembina Perintis Kemerdekaan RI Dewan Rama Diraja Nusantara dan pendiri Majelis Adat Indonesia, menambahkan:

“Setiap makhluk sejatinya menyatu dengan alam. Tidaklah pantas menyebut suatu daerah dengan sebutan buruk apalagi menyamakannya dengan Dajjal. Nusantara ini berdiri di atas keragaman adat dan budaya, maka hendaknya kita menjaga tutur kata, karena kata yang baik akan berbuah kebaikan, dan kata yang buruk hanya akan kembali mencederai diri sendiri.”

Laporan : Bar.S

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *