Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITANasional

Duli Yang Maha Mulia Maharaja Kutai Mulawarman: Majelis Adat Indonesia sebagai Penjaga Kedaulatan Budaya dan Moral Bangsa

Avatar photo
121
×

Duli Yang Maha Mulia Maharaja Kutai Mulawarman: Majelis Adat Indonesia sebagai Penjaga Kedaulatan Budaya dan Moral Bangsa

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Foto : Prof. Dr. M.S.P.A. Iansyah Rechza, FW., Ph.D.,(kedua dari kiri) bersama M. Rafik Rajo Kuaso,(kedua dari kanan), Ist

METROPOLITAN POST— Pertemuan penting para Raja, Sultan, dan tokoh adat Nusantara baru-baru ini digelar untuk membahas pembentukan Majelis Adat Indonesia (MAI) sebagai wadah strategis menjaga kedaulatan budaya dan moral bangsa.

Example 300x600

Hadir dalam forum tersebut, Duli Yang Maha Mulia Sri Paduka Baginda Berdaulat Agung Maharaja Kutai Mulawarman, Prof. Dr. M.S.P.A. Iansyah Rechza, FW., Ph.D., bersama M. Rafik Rajo Kuaso, serta para tokoh adat Nusantara lainnya. Pertemuan berlangsung di kediaman Nanang Sharna Wira Soetama (Trah Pengging Sepuh), Ketua Komite Kebudayaan Lembaga Kajian Astacita Nusantara, wilayah Kuningan, Jakarta.(01/9/2025)

Turut hadir pula sejumlah tokoh adat, di antaranya Ki Ramban Yuwono (Sesepuh Blitar), Kanjeng Gusti Pangeran Agung Miftahussurur Fatah, SE (Keraton Parupuh Aryo Menak Senoyo Madura), Paduka Yang Mulia Pangeran Ratu Daden Ramdani Wangsa Martaradja Wijaya Negara (Dzuriyyat Sultan Mahmud Badaruddin II, Kesultanan Palembang Darussalam), serta Paduka Yang Mulia Dato’ Kiam Radja TG. Prof. DR. (H.C.) Fekri Juliansyah, Ph.D., Yang Dipertuan Semende Darussalam Trah Keratuan Djagat Besemah.

*Adat sebagai Tatanan Hukum Bangsa*
Dalam pidatonya, Maharaja Kutai Mulawarman menegaskan bahwa pembentukan MAI adalah langkah strategis untuk menghadirkan keseimbangan antara negara dan rakyat, serta antara Raja dan Sultan dengan masyarakat.

“Adat adalah pedoman hidup masyarakat, fondasi peradaban, sekaligus tatanan hukum bangsa. Raja dan Sultan tanpa adat tidak akan berimbang. Adat adalah akar kehidupan rakyat, dan rakyat adalah pengelola kepentingan para Raja dan Sultan,” ujar beliau.

Menurutnya, nilai-nilai kebangsaan sejatinya bersumber dari rakyat, sementara Raja dan Sultan merupakan pengemban amanah untuk menjaga harmoni dan keluhuran. Karena itu, MAI harus hadir sebagai lembaga yang meneguhkan kembali kedaulatan adat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

*Dukungan Negara yang Diharapkan*
Maharaja Kutai Mulawarman juga menyampaikan harapannya agar pemerintah mendukung penuh pembentukan MAI, sebagaimana negara memberi legitimasi terhadap lembaga-lembaga lain seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Sebagaimana MUI memiliki kedudukan penting dalam menetapkan fatwa dan panduan moral, maka Majelis Adat Indonesia pun harus mendapat pengakuan serupa dalam menjaga nilai budaya, adat, dan tradisi bangsa. MAI akan dimandatkan oleh para Raja dan Sultan, ditetapkan melalui undang-undang, dan diselenggarakan oleh negara sehingga keputusan adat memiliki legitimasi hukum yang kuat,” tegas beliau.

*Pengakuan Kedaulatan Masyarakat Adat*
Lebih lanjut, beliau menekankan bahwa dasar dari pembentukan MAI adalah pengakuan atas kedaulatan Raja, Sultan, dan Masyarakat Hukum Adat yang menjadi pemilik sah tanah, aset, dan budaya bangsa.

“Negara hanya diberi kewenangan untuk mengelola, bukan memiliki. Karena itu, Majelis Adat Indonesia penting untuk memastikan pengelolaan aset bangsa berpijak pada kepentingan rakyat, adat, dan amanat para leluhur,” jelas Maharaja Kutai Mulawarman.

Beliau juga menyinggung pentingnya keterwakilan pewaris Raja dan Sultan dalam lembaga negara seperti MPR atau DPA, sebagai penyeimbang pemerintah dalam menjalankan urusan bangsa.

*Struktur dan Perwakilan Adat hingga Desa*
Maharaja Kutai Mulawarman menekankan bahwa kepemimpinan MAI harus berasal dari Masyarakat Hukum Adat dan mendapat mandat sah dari Raja dan Sultan.

Selain itu, di setiap desa atau kelurahan perlu dibentuk perwakilan adat minimal lima orang melalui rekomendasi MAI. Skema ini juga membuka peluang pemberdayaan masyarakat adat melalui pengelolaan Dana Desa.

Sebagai contoh, di Kabupaten Kutai sudah terdapat 420 desa yang memiliki kelembagaan adat dengan dukungan dana desa. Model ini terbukti efektif dalam mengurangi pengangguran dan sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Majelis Adat Indonesia harus hadir hingga ke akar rumput. Adat tidak boleh sekadar menjadi simbol, melainkan solusi nyata dalam pembangunan bangsa,” pungkas beliau.

Oleh karena itu, Pembentukan Majelis Adat Indonesia (MAI) merupakan langkah besar menghadirkan kembali peran Raja, Sultan, dan masyarakat adat sebagai pemilik sah kebudayaan bangsa. Dengan dukungan pemerintah dan partisipasi masyarakat, MAI diharapkan menjadi pilar moral, kultural, dan sosial dalam menjaga persatuan serta kedaulatan bangsa Indonesia.(Red/redaksi)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *