[ Foto: Massa AMPSI membentangkan spanduk tuntutan di depan Gedung Kementerian Agama RI, menyoroti dugaan gratifikasi dan mark up anggaran Hari Amal Bakti (HAB) senilai Rp23 miliar serta praktik jual beli jabatan di Biro SDM Kemenag].
METROPOLITAN POST— Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi (AMPSI) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap maraknya dugaan praktik gratifikasi, penyalahgunaan wewenang, dan jual beli jabatan yang terjadi di lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).
Dugaan tersebut dinilai tidak hanya mencederai integritas kelembagaan, tetapi juga berpotensi mengikis kepercayaan publik terhadap institusi yang seharusnya menjadi teladan moral dan etika bangsa.
Sebagai bagian dari kontrol sosial, AMPSI menilai penegak hukum harus segera menindaklanjuti dugaan-dugaan tersebut secara tegas dan transparan.
Kementerian Agama, yang memiliki peran strategis dalam pembinaan kehidupan beragama, tidak boleh dibiarkan terjerumus dalam praktik yang bertentangan dengan prinsip good governance, integritas, dan akuntabilitas publik.
Tuntutan Aksi Jilid V AMPSI:
1. Mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan gratifikasi yang melibatkan Sekretaris Jenderal Kemenag RI (Kamarudin Amin), dalam bentuk honor pembicara kegiatan di Kemenag Jawa Timur, yang diduga bersumber dari pungutan terhadap seluruh Kepala Kemenag Kabupaten/Kota se-Jawa Timur.
2. Menuntut pengusutan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Dirjen Bimas Islam tahun 2024 yang kini menjabat sebagai Sekjen Kemenag, terkait dugaan mark up anggaran Hari Amal Bakti (HAB) di JCC senilai Rp23 miliar.
3. Meminta KPK untuk memanggil Inspektorat Jenderal Kemenag RI dan pihak Event Organizer (EO) kegiatan HAB di JCC, guna menelusuri indikasi penyalahgunaan anggaran oleh oknum-oknum di internal Kemenag.
4. Mendesak pencopotan oknum-oknum terkait praktik jual beli jabatan di Biro SDM Kemenag yang diduga mencapai Rp2,5 miliar, melalui perantara Ismail Cawidu (Staf Khusus Kemenag RI) dan Wawan Junaidi (Kabiro SDM Kemenag RI).
AMPSI menegaskan bahwa praktik gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan tindak pidana serius apabila berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas pejabat publik.
Pasal tersebut juga menyebutkan ancaman pidana penjara 4–20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar bagi pelaku gratifikasi.
Selain itu, praktik jual beli jabatan di tubuh Kemenag bertentangan dengan prinsip merit system sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang menekankan rekrutmen dan promosi jabatan berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja, bukan atas dasar transaksi atau gratifikasi.
*AMPSI Tegaskan Komitmen Pengawasan Publik*
AMPSI menekankan bahwa lembaga penegak hukum khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia harus segera mengambil langkah konkret, transparan, dan akuntabel dalam penyelidikan kasus-kasus ini.
Korupsi di lingkungan Kemenag tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam kredibilitas pemerintah dalam upaya reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi.
Penanganan tegas tanpa pandang bulu merupakan keniscayaan demi menjaga marwah institusi dan kepercayaan masyarakat.(Red)
Laporan : Bar.S


















