Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
AGAMABERITABUMNDAERAHDPDDPR-MPREKONOMIINTERNASIONALJAKARTAKEMENTERIANKEPRESIDENANNasionalOpiniPEMERINTAHANPENDIDIKANPOLITIKPROFILSENI DAN BUDAYASOSIALTEKNOLOGI

Imam Safii, S.Pd : Polemik Tambang Pada Elit PBNU “Momentum Ulama Untuk Kembali Lebih Produktif Berkarya Dan Mendorong Kemandirian Ekonomi Umat Dari Bawah”

Avatar photo
96
×

Imam Safii, S.Pd : Polemik Tambang Pada Elit PBNU “Momentum Ulama Untuk Kembali Lebih Produktif Berkarya Dan Mendorong Kemandirian Ekonomi Umat Dari Bawah”

Sebarkan artikel ini
Gambar : "Figur Tokoh Intelektual Muda" Imam Safii, S. Pd.
Example 468x60

 

Imam Safii, S.Pd
Kepohbaru-Bojonegoro-Jawa Timur 

Oleh: Imam Syafii, S.Pd
Pengurus Bidang Penguatan Organisasi, Jaringan Pesantren dan Majelis Taklim
JKSN DKI Jakarta.

Example 300x600

Kisruh seputar keterlibatan sebagian elit PBNU dalam pengelolaan tambang negara kembali menjadi sorotan publik. Diskusi, kritik, dan kegelisahan dari warga nahdliyin maupun masyarakat luas menunjukkan bahwa persoalan ini bukan semata urusan teknis atau administratif. Karena ia menyangkut hal yang jauh lebih mendasar atas marwah ulama, dan arah perjuangan organisasi keumatan terbesar di Negeri ini.

Di tengah hiruk-pikuk tersebut, kita perlu memandang peristiwa ini sebagai “Momentum Penting” Yakni sebuah kesempatan untuk menata ulang orientasi Ulama, dan Organisasi Islam dalam mengabdi kepada umat melalui produktivitas, karya, dan kemandirian ekonomi tanpa harus terjebak dalam proyek tambang yang berdampak pada risiko sosial, ekologis, dan moral.

Sejak masa awal peradaban Islam, Tokoh Ulama; Bukan dikenal sebagai pengelola aset negara atau pemain kekuasaan, tetapi sebagai penjaga nilai, perintis ilmu, dan agen perubahan sosial. Bahkan dari tangan merekalah lahir: Karya-karya keilmuan yang bersifat edukasi dan bermakna pada sudut pandang realigi. Sistem pendidikan pada pesantren dengan kurikulum modern standar internasional. Jaringan sosial atas perlindungan bagi semua lapisan masyarakat kalangan bawah. Hingga acuan ekonomi umat berbasis kemandirian pada sistem koperasi syariah.

Ketika Ulama fokus pada produktivitas maka baik dalam ilmu, sosial, maupun ekonomi kreatif. Niscaya di situlah umat mendapatkan cahaya penuntun menuju jalan ketuhanan yang hakiki.

Namun ketika alim ulama terlibat terlalu jauh dalam urusan ekonomi berisiko tinggi, seperti pada bidang pertambangan bahan galian, wibawa moral bisa meredup dan tereduksi. Karena tambang bukanlah area yang bersih dari potensi konflik kepentingan, kerusakan lingkungan, atau pertarungan politik. Sejatinya para ulama harus tegak lurus dengan mandat moralnya. Tidak selayaknya para penguasa pimpinan elit politik memposisikan beberapa ulama yang sefrekuensi terhadap pandangan politiknya untuk bergabung dalam misi penerapan strategi kampanye politik.

Dan tidak sepantasnya juga para elit politik negara berlomba memberi peluang agar sebagian para alim ulama ikut serta andil untuk berkontaminasi atas kekuasaan wilayah teritorial “Bisnis Tambang” di lahan yg basah semacam ini. Justru tindakan yang diputuskan oleh para pengusa semacam ini, malah dapat memantik percikan api polemik yang pada nantinya dapat menimbulkan konflik jangka panjang antar lapisan kelompok umat beragama. Sama halnya penguasa elit politik berusaha menggoyah kestabilan dalam Negeri. Jadi tindakan ini sangat berbahaya bagi Negara, sebab menjerumuskan warwah ulama menuju pada ruang yang penuh mudarat semacam ini. “Tandasnya.

Meski secara hukum peluang pengelolaan tambang mungkin dibuka untuk ormas, kita harus jujur bertanya: “Apakah jalur ini sesuai dengan ruh perjuangan ulama dan kebutuhan umat”

Tambang berpotensi membawa serangkaian risiko tinggi : Kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat sekitar. Konflik sosial berkala antara korporasi, warga, dan pemerintah lokal. Potensi penyalahgunaan kekuasaan atau munculnya stigma negatif terhadap ormas agama. Ketergantungan pada proyek Negara yang bersifat politis, dan mudah dipersepsikan sebagai pembagian kue atas balas jasa kekuasaan.

Jika semua ini menimbulkan mudarat bagi organisasi, apakah pantas bila ia disebut dapat memberikan nilai kemaslahatan bagi kehidupan umat ? “Bukankah ulama semestinya memimpin pada bidang yang lebih esukatif dalam membawa kebaikan jangka panjang”

Kemandirian Ekonomi Umat: “Jalur Yang Lebih Sesuai Dengan Marwah Ulama” Tanpa kompromi dengan dunia tambang, ada banyak ratusan jalan produktif yang bukan hanya halal dan berkah, tetapi juga lebih realistis dalam mengangkat kesejahteraan umat: Penguatan koperasi pesantren dan ekonomi mikro yang dapat menciptakan kemandirian akar rumput. Pengembangan UMKM berbasis ekosistem pesantren kuliner, tekstil, pertanian, dan produk kreatif. Ekonomi hijau dan ramah lingkungan sangat selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai agama penjaga bumi. Digitalisasi pendidikan dan usaha mikro, membuka peluang ekonomi generasi muda santri. Pemberdayaan jaringan majelis taklim sebagai pusat literasi keuangan, dan kewirausahaan.

Inilah model ekonomi yang istiqamah dengan akhlak ulama, tidak bersinggungan dengan konflik politik, serta tidak menyandarkan masa depan umat pada bisnis negara yang rentan dinamika kekuasaan.

Menjernihkan Arah Berlabuhnya Perjuangan Bangsa: “Bahwa Sejatinya Ulama Bukan Arena Politik Aktif” Pada hakekatnya “Filosofi Ulama” ialah jangkar moral masyarakat. Bila mana jangkar itu terlalu sering terlibat dalam tarik-menarik politik aktif, maka arah perjuangan umat menjadi kabur kanginan. Maka sudut pandang masyarakat akan menuduh ulama bahwa saat ini ia fokus pada politik praktis, dan mampu membuat energi ulama terkuras dalam kompetisi atas kepentingan pihak tertentu. Bukan pada pengabdian yang lapang untuk kepentingan umat.

Kisruh tambang ini menjadi pengingat bahwa: Ulama harus kembali menjadi pembimbing, bukan jadi pemain utama dalam meja kekuasaan. Ulama perlu memimpin bangsa dari menara ilmu, bukan dari arena ekonomi yang rawan konflik.

Ulama harus lebih sering turun ke lembaga pendidikan agama/pesantren, majelis taklim, dan masyarakat kecil, bukan hanya sibuk dalam perdebatan elite yang jauh dari jeritan penderitaan umat manusia.

Saatnya Kembali Pada Khidmah, & Karya: Kisruh para elit PBNU, bukan semata persoalan internal. Tapi senantiasa ibarat cermin bagi seluruh umat Islam untuk menata ulang titik fokus pasa rekam jejak perjuangan. Ini adalah kesempatan berharga untuk mengembalikan marwah ulama ke tempatnya yang paling mulia. Yakni sebagai guru bangsa yang membawa pencerahan rohani, pemberi solusi, dan pelopor produktivitas umat yang bercita-cita menuju kehidupan masyarakat Madani.

Gambar : “Figur Tokoh Intelektual Muda” Imam Safii, S. Pd.

Dengan mengarahkan energi pada kreatifitas karya seni kaligrafi, pendidikan agama, pemberdayaan ekowisata realigi, dan kejernihan sudut pandang terhadap persoalan umat. Niscaya kita akan melahirkan generasi baru ulama dan kader yang kuat, visioner, dan terhormat.

Ulama tidak membutuhkan atribut kekuasaan teritorial dari perusahaan tambang Negara, untuk menjaga kharisma atas wibawanya.

Ulama yang terbaik harus dapat tercermin dari integritas daya pikir, akhlak moralitas, karya berbasis edukasi, serta pengabdian terhadap bangsa, dan Negara.

Jakarta, 8 – Desember – 2025/ 04: 12.

Editor : Hanan Fauzi
Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *