Teks Foto: Tangkapan layar , Purbaya (Kiri) dan Bambang Sungkowo (kanan),(istimeewa)
METROPOLITAN POST— Bambang Sungkono, penyewa resmi aset milik negara di kawasan Ancol, Jakarta Utara, mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, terkait tindakan “cidera janji” yang dilakukan oleh pihak Kementerian Keuangan terhadap perjanjian sewa yang telah dijalankan sejak tahun 2019.
Dalam surat terbuka tersebut, Bambang menyampaikan bahwa dirinya adalah penyewa sah berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-651/MK.6/2019 tertanggal 18 September 2019, mengenai persetujuan sewa atas Barang Milik Negara (BMN) eks kelolaan PT PPA (Persero) di Jalan Ancol Barat III Blok A5 No. 1–2, Penjaringan, Jakarta Utara.
Berikut Ini isi surat terbuka Bambang Sungkono untuk Menteri Keuangan :
Perihal: Permohonan Perlindungan Atas Tindakan “Cidera Janji” Kementerian Keuangan.
Kepada Yth.
Bapak Purbaya Yudhi Sadewa
Menteri Keuangan Republik Indonesia
di Tempat
Dengan hormat,
Perkenankan saya, Bambang Sungkono, warga sekaligus penyewa resmi aset milik negara berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-651/MK.6/2019 tanggal 18 September 2019 tentang Persetujuan Sewa atas Barang Milik Negara Eks Kelolaan PT PPA (Persero) yang terletak di Jalan Ancol Barat III Blok A5 No. 1–2, Kelurahan Ancol, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Saya menulis surat terbuka ini sebagai bentuk permohonan keadilan dan perlindungan hukum kepada Bapak Menteri atas tindakan yang saya alami dari pihak Kementerian Keuangan.
Kronologi dan Permasalahan
Sejak tahun 2019, saya menyewa aset negara yang telah lama terbengkalai dan rusak berat tersebut secara resmi dengan harga sewa Rp115 juta per tahun untuk jangka waktu tiga (3) tahun, dengan ketentuan dapat diperpanjang apabila diajukan paling lambat tiga bulan sebelum masa sewa berakhir.
Saya telah mengajukan perpanjangan sewa lima bulan sebelum masa kontrak berakhir—lebih cepat dari ketentuan yang diatur dalam perjanjian.
Selama masa sewa, saya mengeluarkan biaya pribadi sekitar Rp2,3 miliar untuk memperbaiki dan menata kembali aset negara tersebut yang sebelumnya terbengkalai lebih dari 20 tahun lebih dalam kondisi rusak berat tanpa atap sempurna, dan tergenang air setinggi lutut.
Perbaikan yang telah saya lakukan dan memakan waktu selama 8 bulan, meliputi antara lain:
Pengurukan dan pengecoran lantai;
Perbaikan dan penggantian atap;
Pembuatan pintu, dinding, tembok keliling, penambahan ruang hampir 1000 m2, sehingga total luas bangunan yang tadinya 1.500 m2 menjadi 2.500 m2, serta instalasi listrik PLN;
Pemberian uang kerohiman kepada penghuni liar yang sebelumnya menempati lahan tersebut.
Namun, pada tahun 2024, muncul pihak LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara) yang mengaku sebagai pengelola baru aset tersebut menagih tarif sewa untuk tahun ke empat dan seterusnya, menjadi hampir Rp1,4 miliar per tahun — atau sekitar 13 kali lipat dari tarif sebelumnya.
Lebih ironis lagi, pihak Kementerian Keuangan melakukan pelimpahan kepada LMAN, di saat masih ada perjanjian dengan saya.
Pelanggaran terhadap Perjanjian
Dalam Pasal 10 Perjanjian Sewa, disebutkan:
10.1 Setiap perselisihan yang terjadi antara para pihak sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
10.2 Apabila tidak terjadi kesepakatan secara musyawarah, maka perselisihan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai perjanjian.
Namun, pihak Kementerian Keuangan tidak pernah memberikan kesempatan untuk melaksanakan musyawarah atau mengoreksi diri, demi menjaga nama baik Kementerian Keuangan yang menggunakan lambang garuda.
Sebaliknya, mereka justru melimpahkan urusan kepada LMAN, yang tidak memiliki hubungan hukum langsung dengan saya sebagai penyewa berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan.
LMAN kemudian mengusir saya untuk kemudian menyewakan kembali aset tersebut kepada pihak lain yang menikmati sekitar Rp1,4 miliar per tahun — tanpa keluar keringat se tetes pun.
Saya anggap ini preseden buruk bagi lembaga se kelas Kementerian yang kop suratnya menggunakan lambang garuda. Bagaimana persoalan se kecil ini saja tidak dapat di atasi, apa lagi persoalan yang besar.
Karena tidak diberi kesempatan bermusyawarah, saya akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana kesepakatan dalam perjanjian sewa.
Yang lebih mengejutkan lagi, pihak Kementerian Keuangan menghamburkan uang negara untuk membayar 16 pengacara, guna menghadapi gugatan saya, seolah menutup rapat-rapat dugaan kesalahan di internal Kementerian Keuangan.
Permohonan kepada Bapak Menteri
Dengan segala hormat, saya memohon agar Bapak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berkenan:
Menindaklanjuti secara tegas tindakan Kementerian Keuangan yang telah merugikan warga negaranya.
Melakukan audit dan investigasi internal terhadap kasus ini, dan apakah perjanjian saya dengan Kementerian Keuangan masih berlanjut?
Penutup
Saya percaya bahwa di bawah kepemimpinan Bapak Purbaya Yudhi Sadewa, Kementerian Keuangan akan kembali berdiri di sisi keadilan dan berpihak kepada rakyat yang telah berkontribusi memperbaiki aset negara.
Demikian surat terbuka ini saya sampaikan dengan harapan mendapatkan perhatian dan tindak lanjut yang adil, demi tegaknya kebenaran.
Hormat saya,
Bambang Sungkono
Penyewa Resmi Aset Negara
Laporan : Bar.S
Editor ; METROPOLITAN POST


















