Foto: Oknum pelaku penipuan, (istimewa)
METROPOLITAN POST– Kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang melibatkan oknum berinisial RA(41) mencuat setelah beberapa korban mengaku tertipu modus penggadaian Surat Keputusan (SK) bodong.
Menurut keterangan DK, pendamping hukum korban, RA diduga mengedarkan SK palsu, yaitu SK Gubernur Banten Nomor 361 Tahun 2025 tentang Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Tenaga Teknis Gubernur Banten. SK tersebut tidak tercatat resmi dan digunakan untuk meminjam uang dengan menjaminkan dokumen palsu itu.
“Diketahui hingga saat ini satu SK bodong ada di Polsek Ciledug, satu lagi di tangan korban sebagai jaminan utang. Kerugian korban bervariasi, mulai dari Rp8 juta hingga Rp80 juta,” ungkap DK.
DK menambahkan, modus RA terstruktur rapi. Setiap awal bulan, pelaku beralasan menunggu pencairan dari bank karena statusnya sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara). Namun, pencairan tak kunjung datang, dan korban kehilangan uang pinjaman.
Lebih lanjut, DK menyebutkan RA juga diduga terlibat pungutan liar (pungli) di Samsat Ciledug, tempatnya bertugas. “Laporan soal pungli oleh RA sudah banyak. Bahkan, ada dugaan kuat ia mendapat perlindungan dari UPT (Unit Pelaksana Teknis) dan Kanwil Banten,” imbuh DK.
Sebagai informasi, UPT adalah unit pelaksana di bawah Dinas terkait (Bapenda Banten) yang bertanggung jawab atas pengelolaan pelayanan publik seperti Samsat. Kanwil Banten adalah Kantor Wilayah Provinsi Banten dari kementerian atau instansi pusat (Kemenkeu, Kemendagri, atau Polri) yang berwenang melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian unit kerja di daerah.
Jika kedua institusi ini mengetahui dan membiarkan praktik penipuan serta pungli, hal ini dapat dianggap melindungi pelanggaran hukum, yang bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum oleh pejabat publik.
DK berharap Inspektorat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera melakukan audit investigatif terhadap UPT dan Kanwil Banten, agar tidak ada korban baru akibat penyalahgunaan jabatan.
“Kami tidak ingin kejadian ini menjadi preseden buruk bagi lembaga pelayanan publik. Apalagi jika ada perlindungan dari pejabat di atasnya. Negara tidak boleh kalah oleh oknum,” tegas DK.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu memverifikasi keaslian dokumen kepegawaian atau SK P3K/ASN sebelum memberikan pinjaman atau melakukan transaksi berbasis jaminan dokumen. Penegakan hukum yang tegas sangat dibutuhkan agar kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah daerah tidak terkikis oleh oknum.(Re)
Laporan : Bar.S
Editor : Ben.S