Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITA

Haidar Alwi ; “BUMN Tidak Boleh Dipandang Semata Sebagai Mesin Laba & BUMN Adalah Instrumen Negara Untuk Memastikan Kedaulatan Bangsa Dan Kesejahteraan Rakyat”

Avatar photo
24
×

Haidar Alwi ; “BUMN Tidak Boleh Dipandang Semata Sebagai Mesin Laba & BUMN Adalah Instrumen Negara Untuk Memastikan Kedaulatan Bangsa Dan Kesejahteraan Rakyat”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

Jakarta — Presiden Prabowo Subianto memulai masa pemerintahannya dengan mewarisi aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp10.950 triliun pada 2024. Angka ini naik dari Rp10.402 triliun pada tahun sebelumnya. Namun, dividen yang disumbangkan ke APBN hanya Rp85,5 triliun atau kurang dari 1 persen dari total aset.

Example 300x600

Kondisi tersebut, menurut pengamat kebijakan publik Ir. R. Haidar Alwi, MT, menandakan BUMN masih seperti “raksasa tidur”: besar dalam aset, kecil dalam kontribusi nyata.

“BUMN tidak boleh dipandang semata sebagai mesin laba. Ia adalah instrumen negara untuk memastikan kedaulatan bangsa dan kesejahteraan rakyat,” kata Haidar.

*Danantara dan INA: Dua Kaki Besar Pengelolaan Aset*

Sejak Februari 2025, pemerintah meluncurkan Danantara, superholding baru yang mengonsolidasikan saham negara di BUMN strategis seperti bank-bank besar, Pertamina, PLN, Telkom, hingga MIND ID. Nilai kelolaan Danantara diproyeksikan lebih dari US$900 miliar, dengan modal awal Rp1.000 triliun.

Konsepnya mirip Temasek di Singapura. Bedanya, Danantara bukan hanya pemegang saham, melainkan pengelola nilai aset agar lebih produktif.

Di sisi lain, Indonesia Investment Authority (INA) yang berdiri sejak 2021 berfungsi sebagai platform co-investment dengan mitra global, mengelola aset US$10 miliar per 2025. Fokusnya ada pada proyek infrastruktur, energi terbarukan, hingga pusat data.

“Danantara dan INA tidak boleh tumpang tindih. Yang satu mengoptimalkan potensi domestik, yang lain membawa modal global masuk dengan standar tata kelola internasional,” jelas Haidar, Kepada awak media, Kamis, (25/09).

*PLN dan Kemandirian Energi*

Sorotan berikutnya adalah transformasi sektor energi, terutama PLN. Dengan status sebagai pembeli tunggal listrik (single buyer), seharusnya PLN bisa menguasai pasar tanpa merugi.

Namun, laporan keuangan menunjukkan cerita lain. Tahun buku 2024, PLN meraih laba Rp17,76 triliun dari pendapatan Rp545,4 triliun. Semester I 2025, laba berjalan Rp6,64 triliun. Meski positif, angka itu masih bergantung pada subsidi dan kompensasi tarif dari APBN sebesar Rp87,72 triliun.

Menurut Haidar, ada tiga langkah besar untuk memperkuat PLN:
1. Efisiensi Sistem — renegosiasi kontrak pembangkit swasta dan modernisasi jaringan.
2. Diversifikasi Energi — mendorong porsi energi terbarukan hingga 76 persen pada 2034.
3. Energi Nuklir — memulai pembangunan PLTN pertama di Bangka Belitung (2032) dan Kalimantan Barat (2033).

Indonesia, katanya, memiliki cadangan thorium 130 ribu ton dan uranium 90 ribu ton. Cadangan ini bisa menjamin suplai energi ratusan tahun.

“Kalau kita berani melangkah ke nuklir, dunia akan melihat Indonesia bukan sekadar kaya sumber daya, tapi juga visioner dalam teknologi,” ujar Haidar.

*Tata Kelola dan Kepercayaan Publik*

Isu tata kelola menjadi pilar ketiga. Skandal besar, seperti kasus timah dengan potensi kerugian Rp300 triliun dan dugaan kerugian Rp193 triliun di Pertamina, menegaskan rapuhnya pengawasan BUMN.

Haidar menyebut agenda reformasi tata kelola harus meliputi pengadaan terbuka, audit independen untuk proyek di atas Rp1 triliun, sistem whistleblowing yang terlindungi, hingga publikasi kinerja BUMN secara transparan.

“Masalah utama BUMN bukan hanya efisiensi, tetapi juga kepercayaan publik,” katanya.

*Peran Pemikiran Ilmiah*

Penguatan BUMN, menurut para pengamat, juga membutuhkan dukungan dari kalangan intelektual dan lembaga pemikir nasional.

**Direktur Haidar Alwi Institut, Sandri Rumanama, menegaskan pentingnya peran akademisi dalam mengawal arah kebijakan negara.

“Haidar Alwi Institut terus bergerak secara ilmiah, memberikan kritik konstruktif dan sumbangan berpikir dalam forum-forum ilmiah,” kata Sandri.**

*Jalan Kedaulatan di Era Prabowo*

Haidar merangkum tiga pilar besar penguatan BUMN: konsolidasi aset, transformasi energi, dan tata kelola bersih. Menurutnya, narasi itu harus menjadi pegangan Presiden Prabowo untuk menyatukan rakyat, birokrasi, dan dunia usaha menuju kedaulatan bangsa.

“BUMN kuat berarti bangsa berdaulat. Energi murah berarti rakyat berdaulat. Dan kedaulatan rakyat adalah tujuan akhir dari seluruh kebijakan negara,” tutur Haidar.

Jika langkah ini dijalankan, Presiden Prabowo, katanya, punya peluang sejarah bukan hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga menegakkan pilar kedaulatan ekonomi Indonesia.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *