Jakarta, 11 Agustus 2025: Dalam sebuah pernyataan hati nurani publik dan kepemimpinan moral, sepuluh figur publik berpengaruh di Indonesia berkumpul hari ini dalam konferensi pers di Mardin Fine Baklava Cafe, Kemang, untuk secara resmi meluncurkan petisi yang diprakarsai oleh para influencer dan ditujukan kepada Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
Petisi ini menyerukan tindakan diplomatik yang mendesak dan konkret untuk menghentikan genosida yang sedang berlangsung di Gaza, serta membuka akses kemanusiaan yang berkelanjutan dan tanpa hambatan bagi warga sipil yang terkepung. Inisiatif ini mumi digerakkan secara independen oleh para influencer, mencerminkan meningkatnya gelombang kepedulian sipil dari masyarakat Indonesia yang percaya bahwa bersikap netral bukan lagi pilihan di tengah ketidakadilan.
Para pembicara dalam konferensi ini meliputi:
1. Michelle Santoso
2. Rebecca Reijman
3. Bella Fawzi
4. Inara Rusli
5. Savitri
6. Ratu Nur Annisa
7. Dodi Hidayatullah
8. Erick Yusuf
9. Pizaro Ghozali Idrus
10. Asma Nadia
Para peserta berbicara tidak hanya sebagai figur publik, tetapi juga sebagai warga Asia Tenggara — bersatu lintas iman, latar belakang, dan profesi — untuk menggaungkan suara rakyat Gaza.
Sepanjang acara, para pembicara menegaskan bahwa kampanye ini tit. berafiliasi dengan agenda politik atau institusi mana pun. Ini adalah gerakan sipil akar fumput yang dipimpin oleh individu-individu berpengaruh dari berbagai sektor — mulai dari mysik dan media, hingga kepem mpinan agama dan aktivisme pemuda — yang berdiri dalam solidaritas bersama rakyat Palestina.
Petisi ini memuat tiga tuntutan utama:
1. Intervensi diplomatik segera dari pemerintah Indonesia untuk mengakhiri genosida dan menghentikan penjajahan.
2. Akses kemanusiaan yang berkelanjutan dan tidak terbatas guna memungkinkan
masuknya bantuan dan relawan medis ke Gaza.
3. Sikap diplomatik Indonesia yang lebih tegas di forum internasional,
mencerminkan kehendak rakyat dan komitmen jangka panjang Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina.
Konferensi pers ini menandai perubahan signifikan dalam advokasi publik, menunjukkan bagaimana pengaruh sosial dapat diwujudkan menjadi aksi nyata demi keadilan global. Ini juga menjadi pengingat bahwa masyarakat sipil, termasuk para influencer digital, memiliki peran unik dan kuat dalam membentuk wacana internasional serta mendesak pemerintah untuk bertindak dengan kemanusiaan dan urgensi.
Petisi ini akan diserahkan secara resmi kepada Kementerian Luar Negeri dalam beberapa hari ke depan. Para penyelenggara berharap, inisiatif ini tidak hanya mendorong aksi segera, tetapi juga menginspirasi masyarakat di seluruh kawasan untuk turut menyuarakan solidaritas bagi Gaza.
Seruan Mendesak untuk Menghentikan Perang Pemusnahan dan Membuka Akses Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Yth. Bapak Sugiono
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia
Yth. Bapak Anis Matta
Wakil Menteri Luar Negeri
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
Surat ini disampaikan sebagai bagian dari petisi yang diinisiasi oleh para influencer, aktivis, dan warga negara Indonesia yang peduli, yang menyerukan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mengambil tindakan segera dalam merespons genosida dan krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di Gaza.
Bapak Pejabat yang Terhormat,
Kami menulis surat ini dengan penuh urgensi dan atas nama nurani rakyat Indonesia yang
geram — sebuah bangsa yang telah menyaksikan dengan kemarahan dan kesedihan mendalam genosida yang terus berlangsung di Gaza. Rakyat Indonesia telah turun ke jalan,menyuarakan keadilan, dan berdiri teguh membela kemanusiaan. Namun kini, mereka menuntut lebih dari sekadar kata-kata — mereka menuntut tindakan nyata dari pemerintahnya.
Solidaritas Indonesia yang telah lama terjalin dengan Palestina harus melampaui pernyataan kecaman semata. Di tengah kelaparan massal, pembunuhan yang disengaja, dan serangan langsung terhadap warga sipil, pemerintah kita harus bangkit untuk mencerminkan kejelasan moral rakyatnya. Ikatan antara bangsa kita bukan sekadar simbolik — melainkan berakar pada sejarah, perjuangan bersama, dan martabat kolektif.
Saat bencana kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik yang tak tertahankan, rakyat
Indonesia mengharapkan para pemimpinnya untuk bertindak dengan keberanian,
memimpin secara regional dan internasional, serta mengambil langkah konkret untuk
menghentikan pengepungan, menghentikan pembantaian, dan mendesak akses
kemanusiaan segera. Diam dan tidak bertindak pada saat seperti ini berarti turut bersalah.
Setelah hampir lima bulan penutupan total, Jalur Gaza kini mengalami kelaparan yang
direkayasa. Lebih dari 100 warga sipil, termasuk 80 anak-anak, telah meninggal karena kelaparan dan kekurangan gizi. Krisis ini semakin parah dengan fakta bahwa lebih dari 1.000 warga sipil yang kelaparan telah dibunuh oleh pasukan Israel saat berusaha mengakses bantuan kemanusiaan di titik distribusi. Sistem kesehatan di Gaza telah runtuh, air bersih nyaris tidak tersedia, dan penduduknya terpaksa bertahan hidup dengan dedaunan, pakan ternak, atau bahkan tanpa apapun.
Hingga saat ini, lebih dari 60.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Kelaparan yang disengaja terhadap populasi sipil — ditambah penghancuran rumah, rumah sakit, dan kamp pengungsi secara sembarangan — merupakan kebijakan sistematis pemusnahan massal.
Di saat seperti ini, diamnya sebagian besar komunitas internasional bukan hanya
memekakkan telinga — tetapi juga menghancurkan. Hal ini mengecewakan para korban dan justru memberi keberanian kepada pelaku. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu merasa diberi jalan untuk melanjutkan kampanye kelaparan massal dan genosidanya tanpa
pertanggungjawaban.
Meskipun dalam kondisi demikian, upaya komunitas internasional untuk menyalurkan
bantuan terus dihalangi dengan kekerasan. Pada 27 Juli 2025, kapal sipil Handala, bagian dari Koalisi Armada Kebebasan (Freedom Flotilla Coalition), disita oleh pasukan Israel di perairan internasional. Kapal tersebut hanya membawa para pembela hak asasi manusia yang tidak bersenjata dan pasokan bantuan kemanusiaan penting. Sebelumnya, kapal Madelin juga telah dicegat, dan drone Conscience dibom — ketiganya adalah bagian dari misi damai internasional yang berupaya menantang blokade tidak manusiawi terhadap Gaza.
Kami sangat prihatin terhadap pelanggaran hukum maritim dan hukum kemanusiaan
internasional yang terus terjadi ini, dan kami menyerukan kepada Republik Indonesia untuk memimpin dengan ketegasan dan kejelasan moral yang dituntut oleh situasi ini. Secara khusus, kami mendesak Anda untuk:
1. Melakukan tekanan diplomatik langsung dan berkelanjutan terhadap Amerika Serikat dan semua negara pemasok senjata agar segera menghentikan dukungan militer mereka kepada Israel. Kementerian Luar Negeri Indonesia harus meningkatkan retorikanya dan menggunakan seluruh platform internasional untuk menuntut diakhirinya genosida dan menyerukan gencatan senjata tanpa syarat.
2. Mendesak negara-negara tetangga, khususnya Mesir dan lainnya, untuk
menghentikan blokade terhadap Gaza dan memastikan masuknya bantuan
kemanusiaan secara bebas dan tanpa hambatan — termasuk makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan penting lainnya.
3. Mengecam secara terbuka dan tegas penggunaan kelaparan sebagai senjata perang dan hukuman kolektif terhadap warga sipil, serta menyoroti kejahatan ini dalam setiap forum bilateral dan multilateral.
4. Menuntut pembebasan semua pekerja kemanusiaan internasional yang ditahan
secara ilegal dan pengembalian kapal sipil yang disita, termasuk Handala yang
dirampas secara paksa di perairan internasional pada 27 Juli 2025, dan Madelin yang telah dicegat sebelumnya — keduanya merupakan bagian dari misi damai yang
membawa bantuan dan pembela kemanusiaan tanpa senjata.
5. Memimpin kampanye internasional terkoordinasi untuk meminta
pertanggungjawaban Israel sebagai kekuatan pendudukan, melalui Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Organisasi Maritim Internasional, dan badan hukum serta diplomatik terkait lainnya. Indonesia juga harus:
● Mendukung dan bergabung dalam upaya hukum di Mahkamah Internasional
(ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), serta memberikan dukungan
politik, hukum, dan logistik untuk perkara yang sedang berlangsung;