Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITA

Kembalinya Kedaulatan Adat dan Kebudayaan Kerajaan Kutai Mulawarman di Muara Kaman

Avatar photo
41
×

Kembalinya Kedaulatan Adat dan Kebudayaan Kerajaan Kutai Mulawarman di Muara Kaman

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

METROPOLITAN POST — Upacara CERAU merupakan bentuk modern dari Upacara Rajasūya atau Beluluh, yaitu upacara pendaulatan dan naik tahta Duli Yang Maha Mulia Sri Paduka Baginda Berdaulat Agung Maharaja Srinala Praditha Alpiansyah Rechza Fachlevie Wangsawarman, Maharaja Kutai Mulawarman.

Dalam upacara ini, beliau menerima tempong tawer simbol legitimasi adat yang diserahkan langsung oleh Sekretaris Kesultanan Kutai Kartanegara, sebagai utusan resmi Sultan, disertai surat restu atas penyelenggaraan upacara adat tersebut.

Example 300x600

Pelaksanaan CERAU pada 3–9 September 2001 di Muara Kaman menjadi momentum resmi kembalinya kedaulatan adat dan kebudayaan Kerajaan Kutai Mulawarman, yang juga dikenal sebagai Kerajaan Kutai Martadipura, sebagai pewaris sah sistem hukum adat di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

CERAU 2001: Kembalinya Kedaulatan Adat dan Kebudayaan Kerajaan Kutai Mulawarman di Muara Kaman

 Upacara agung CERAU, yang dikenal sebagai Upacara Adat Mulawarman atau Upacara Rajasūya, telah diselenggarakan dengan khidmat di Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, pada 3–9 September 2001. Upacara sakral ini menandai penabalan dan naik tahta Duli Yang Maha Mulia Sri Paduka Baginda Berdaulat Agung Maharaja Kutai Mulawarman, Prof. Dr. M.S.P.A. Iansyah Rechza, FW., Ph.D., yang dianugerahi gelar Maharaja Srinala Praditha Alpiansyah Rechza Fachlevie Wangsawarman sebagai penerus sah silsilah Kerajaan Kutai Mulawarman.

Kerajaan Kutai Mulawarman, yang berpusat di Muara Kaman, dikenal luas sebagai kerajaan tertua di Nusantara. Kejayaan masa lampau tercatat melalui Prasasti Yupa, peninggalan Maharaja Sri Mulawarman Naladewa, yang ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta pada abad ke-4 Masehi.
Jejak sejarah ini membuktikan bahwa Muara Kaman merupakan titik awal peradaban hukum dan budaya di Indonesia, jauh sebelum terbentuknya struktur negara modern.

Masuknya pengaruh kebudayaan Hindu India serta interaksi dengan pedagang dari India dan Tiongkok turut memperkuat sistem sosial, keagamaan, dan hukum di wilayah tersebut. Kerajaan Sagara dan Kerajaan Malaya sebagai entitas awal sebelum Kutai menjadi pondasi bagi perkembangan peradaban hukum adat yang kemudian diwarisi hingga masa kini oleh Kerajaan Kutai Mulawarman.

Upacara CERAU merupakan bentuk pelestarian modern dari Upacara Rajasūya, yakni ritual peneguhan dan pendaulatan seorang Maharaja. Dalam prosesi ini, Duli Yang Maha Mulia Maharaja Kutai Mulawarman menerima tempong tawer sebagai simbol sahnya kedaulatan adat dari perwakilan Kesultanan Kutai Kartanegara, yang secara resmi menyampaikan restu atas berlangsungnya penabalan tersebut.
Peristiwa bersejarah ini dihadiri para pemuka adat, pejabat pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, serta masyarakat Muara Kaman. Dalam sambutannya, Sekretaris Kesultanan Kutai Kartanegara menyampaikan pesan Sultan Kutai yang mendukung penuh pemulihan marwah adat dan budaya kerajaan sebagai bagian dari warisan luhur bangsa.

Melalui Keputusan Dewan Adat Tertinggi Kerabat Kerajaan Kutai Mulawarman Nomor 09-09-2013, ditetapkan Hukum Kalpa Kerajaan Kutai Mulawarman, yakni tata hukum adat yang diakui keberlakuannya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, selaras dengan Pancasila dan UUD 1945.
Hukum Kalpa ini menjadi dasar pengaturan adat dalam pelestarian nilai, norma, serta sistem sosial Kerajaan Kutai Mulawarman. Ia menegaskan hak turun-temurun atas tanah waris di Benua Lawas dan Tebalai Indah, wilayah yang merupakan bekas ibu kota kerajaan di masa lampau.

CERAU juga ditetapkan sebagai upacara adat tahunan Kerajaan Kutai Mulawarman, dengan semboyan luhur “Tuah Emba Arai”, bermakna kemuliaan leluhur menjadi sumber kekuatan hidup.
Simbol “Lembu Ngeram” yang senantiasa hadir dalam setiap upacara menjadi perlambang kesabaran, kebijaksanaan, dan keagungan batin Tantrayana Mulawarman, nilai-nilai spiritual yang diwariskan turun-temurun dari leluhur.

Pelaksanaan CERAU 2001 menjadi tonggak penting kebangkitan adat, budaya, dan hukum kerajaan Nusantara di era modern. Duli Yang Maha Mulia Sri Paduka Baginda Maharaja Kutai Mulawarman menegaskan bahwa pelestarian adat bukan sekadar ritual, melainkan peneguhan jati diri bangsa Indonesia yang bersumber dari akar peradaban Nusantara.

“Hukum adat adalah jiwa bangsa. Ia bukan masa lalu, melainkan napas yang menuntun masa depan.”

Duli Yang Maha Mulia Sri Paduka Baginda Berdaulat Agung Maharaja Kutai Mulawarman Prof. Dr. M.S.P.A. Iansyah Rechza, FW., Ph.D.

CERAU adalah upacara adat pendaulatan (Rajasūya) Kerajaan Kutai Mulawarman yang dilakukan di Muara Kaman, dan kini menjadi aset kebudayaan nasional. Upacara ini terus dilestarikan setiap tahun oleh Kerajaan Kutai Mulawarman sebagai bagian dari sistem hukum adat yang hidup dan berdaulat dalam perlindungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh: Prof. Dr. M.S.P.A. Iansyah Rechza, FW., Ph.D.
Maharaja Srinala Praditha Alpiansyah Rechza Fachlevie Wangsawarman, penerus sah silsilah Kerajaan Kutai Mulawarman

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *