[ Foto: M. Rafik Datuk Rajo Kuaso, Datuk Pasukuan, (istimewa) ]
METROPOLITAN POST— Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyampaikan alokasi dana Rp200 triliun kepada lima bank milik negara sebagai langkah memperkuat likuiditas perbankan patut diapresiasi sebagai strategi menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. Dana tersebut masing-masing disalurkan ke Bank Mandiri, BRI, dan BNI sebesar Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, serta BSI Rp10 triliun.
Menanggapi hal tersebut, M. Rafik Datuk Rajo Kuaso, Pengamat Politik, Sosial, dan Budaya sekaligus Datuk Pasukuan dan inisiator Forum Komunikasi Majelis Adat Indonesia (MAI), menyampaikan pandangan resmi bahwa pemerintah juga seyogianya membuka akses stimulus ekonomi yang serupa bagi lembaga adat di seluruh Nusantara.
Menurutnya, masyarakat adat dengan kekayaan tanah ulayat, kearifan lokal, serta potensi sumber daya alam dan budaya yang melimpah, sejatinya memiliki kontribusi besar dalam menggerakkan ekonomi nasional. Jika pemerintah dapat mengucurkan dana dalam bentuk kredit modal kerja kepada lembaga adat, maka potensi ini akan berkembang pesat dan memberi manfaat nyata, baik dalam sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pariwisata, hingga pengelolaan tambang rakyat.
“Kami memohon kepada Presiden Prabowo Subianto agar mempertimbangkan kebijakan yang inklusif. Stimulus ekonomi tidak hanya untuk dunia perbankan, tetapi juga menyentuh akar masyarakat adat yang selama ini menjadi penjaga tanah air dan budaya bangsa. Dukungan dana bagi lembaga adat akan mempercepat kesejahteraan rakyat sesuai visi besar pemerintah untuk membangun Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur,” ujar Rafik Rajo Kuaso.
Ia menambahkan, penguatan ekonomi adat bukan semata soal pemberdayaan masyarakat lokal, melainkan juga langkah strategis untuk menjaga kedaulatan bangsa. Masyarakat adat terbukti selama berabad-abad menjadi benteng pertahanan sosial dan kultural Nusantara. Bila diberi ruang dalam kebijakan ekonomi nasional, mereka akan tampil sebagai subjek pembangunan yang mandiri, bukan sekadar objek bantuan.
Melalui deklarasi dan pembentukan Majelis Adat Indonesia (MAI), yang saat ini tengah digagas, lembaga adat diharapkan dapat menjadi mitra resmi pemerintah dalam mengelola, mengawasi, dan mengimplementasikan berbagai program pembangunan berbasis potensi lokal. Dengan demikian, dana stimulus tidak hanya berputar di lingkaran industri finansial, tetapi benar-benar menetes hingga ke akar rumput masyarakat adat di seluruh wilayah Indonesia.
Tentang Majelis Adat Indonesia (MAI)
Majelis Adat Indonesia lahir sebagai wadah kebersamaan masyarakat hukum adat di seluruh Nusantara. Kehadirannya bukan untuk kepentingan politik praktis, melainkan untuk mengokohkan peran adat sebagai entitas etik, kultural, dan moral bangsa. MAI bertekad menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat adat agar pembangunan ekonomi, sosial, maupun budaya dapat berjalan secara adil, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.(Red)