Foto: Istimewa
METROPOLITAN POST (30 Oktober 2025) — Di sebuah sudut Jakarta yang tak pernah benar-benar sepi titik abadi Jalan Surabaya Menteng kami mengenang sosok yang tak tergantikan: Almarhum Benny Panggabean, putra dari Alm. Sarman Panggabean, pelatih legendaris tim bola Ayam Kinantan kebanggaan Sumatera Utara.
Bagi kami yang sering duduk bersama di sana, Tulang Benni bukan sekadar abang tempat berbagi cerita. Ia adalah penuntun hati menanamkan nilai-nilai kehidupan dengan cara yang sederhana, hangat, dan penuh makna.
Setiap nasihatnya terasa hidup. Ia tak pernah berbicara untuk menggurui, melainkan berbagi pengalaman yang menumbuhkan kedewasaan, tanggung jawab, dan rasa persaudaraan sejati.
“Kalau hidup ini keras,” katanya suatu malam, “itu bukan untuk membuat kita patah, tapi agar kita tahu cara berdiri lebih kuat tanpa menyakiti orang lain.”
Darah pejuang dan sportivitas itu mengalir dari sang ayahanda, Alm. Sarman Panggabean, pelatih yang pernah menyumbangkan medali emas tahun 1987 untuk PSSI simbol dari semangat juang yang tak pernah padam. Dari keluarga itu, kami belajar bahwa keteguhan bukan hanya milik lapangan hijau, tetapi milik setiap jiwa yang ingin hidup dengan arti.
Kini, setiap kali kami menyeruput kopi malam di titik abadi Jalan Surabaya, selalu ada ruang sunyi yang mengingatkan pada tawa Tulang Benni pada kata-kata yang dulu meneguhkan hati kami.
Ia telah pergi, namun jejak jiwanya tetap hidup dalam setiap langkah kami; dalam cerita, dalam kebersamaan, dan dalam persaudaraan yang ia bentuk dengan cinta.
Alm. Benny Panggabean bukan hanya anak dari pelatih Ayam Kinantan, tapi pelatih kehidupan bagi kami semua di Jalan Surabaya Menteng. Namanya akan terus hidup di antara cerita, kopi malam, dan kenangan yang abadi.(Bar.S)
Editor : Hotben.S
