[Foto : SAEPUL TAVIP Presiden OPSI//
Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia,ist]
METROPOLITAN POST – Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) menyuarakan keprihatinan mendalam terkait wacana pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satuan Tugas (Satgas) PHK, menyusul persetujuan Presiden Prabowo Subianto. OPSI menilai, inisiatif ini berpotensi tidak efektif dan hanya akan menambah beban anggaran negara tanpa menyentuh akar permasalahan ketenagakerjaan yang kian kompleks.
“Pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK hanya akan berkutat pada masalah hilir dan bersifat ad-hoc. Produk yang dihasilkan pun takkan memiliki kekuatan hukum mengikat, bahkan berpotensi tumpang tindih dengan lembaga Tripartit serta Kementerian Ketenagakerjaan,” tegas Saepul Tavip, Presiden OPSI. Ia menambahkan, pembentukan lembaga setingkat menteri ini juga dikhawatirkan hanya menjadi ajang bagi-bagi jabatan yang akan menggemukkan kabinet dan membebani anggaran.
OPSI mendesak Pemerintah dan DPR untuk mengalihkan fokus pada penyelesaian masalah di hulu, yaitu dengan merumuskan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang adil, protektif, dan menyejahterakan pekerja/buruh. Selain itu, perbaikan sistem pengawasan dan penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu menjadi kebutuhan fundamental yang selama ini terabaikan.
“Selama persoalan di hulu ini tidak tuntas, kesejahteraan pekerja/buruh hanyalah mimpi. Pelanggaran hak-hak pekerja akan terus marak,” lanjut Saepul. OPSI menyoroti ambivalensi dan multitafsir dalam penerapan hukum ketenagakerjaan pasca-UU Cipta Kerja, yang mengharuskan semua pihak merujuk pada tiga sumber hukum utama, yaitu UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023, serta berbagai putusan Mahkamah Konstitusi.
Guna mewujudkan komitmen perlindungan pekerja/buruh, OPSI mendesak Pemerintah segera merealisasikan perintah Mahkamah Konstitusi dalam perkara No. 168/PUU-XXI/2023 untuk membentuk UU khusus Ketenagakerjaan yang terpisah dari UU Cipta Kerja, tanpa perlu menunggu hingga dua tahun. Undang-undang ini harus secara eksplisit berpihak pada pekerja/buruh yang selama ini terpinggirkan.
Selain itu, OPSI menekankan pentingnya pembenahan sistem pengawasan ketenagakerjaan yang saat ini lemah. Banyaknya laporan aduan pekerja/buruh yang tidak jelas tindak lanjutnya mengindikasikan perlunya pengawasan eksternal. OPSI mengusulkan pembentukan Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan, serupa dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) atau Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial, untuk mengawasi kinerja pengawas lapangan dan mencegah kolusi dengan pengusaha nakal.
“Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan ini justru jauh lebih mendesak dan dibutuhkan ketimbang Dewan Kesejahteraan Buruh atau Satgas PHK,” pungkas Saepul Tavip.
“Kami berharap Presiden Prabowo dapat mempertimbangkan ulang kebijakan ini demi keadilan dan kesejahteraan buruh Indonesia.” Tandasnya menjelaskan.(*)
Laporan : Jo.S