Foto : Suasana saat persidangan, istimewa
METROPOLITAN POST – Perkara dugaan tindak pidana penyiksaan yang menyebabkan kematian MHS (15), akhirnya mulai disidangkan di Peradilan Militer I-02 Medan dengan terdakwa Sertu Riza Pahlivi. Peristiwa tragis itu terjadi pada 26 Mei 2024, saat aparat melakukan pengamanan aksi tawuran di kawasan perbatasan Kelurahan Bantan (Kecamatan Medan Denai) dan Kelurahan Tegal Sari Mandala III (Kecamatan Medan Tembung).
Oditur Militer mendakwa Sertu Riza dengan Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp3 miliar.
Namun ironisnya, hingga kini Sertu Riza tidak pernah ditahan, sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga kini menjadi terdakwa, meski perbuatannya telah merenggut nyawa seorang anak. Ketidaktegasan ini, menurut LBH Medan, mencederai rasa keadilan masyarakat, khususnya keluarga korban.
Laporan resmi telah dibuat oleh ibu korban, Lenny Damanik, ke Denpom I/5 BB pada 28 Mei 2024 dengan Nomor: TBLP-581/V/2024. Setelah dilakukan penyidikan dan pengumpulan alat bukti, Sertu Riza ditetapkan sebagai tersangka. Namun lebih dari satu tahun berselang, proses hukum ini tidak menunjukkan komitmen pada prinsip keadilan terlihat dari tidak dilakukannya penahanan.
Lenny Damanik bahkan telah menyampaikan pengaduan kepada sejumlah lembaga, antara lain Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, dan LPSK demi memperjuangkan keadilan atas kematian anaknya.
LBH Medan, Ada Privilege yang Melukai Keadilan
LBH Medan yang sejak awal mendampingi keluarga korban menyayangkan sikap Pangdam I/Bukit Barisan yang dinilai abai menjalankan kewenangannya sebagai Perwira Penyerah Perkara (Papera). “Tidak ditahannya terdakwa menciptakan preseden buruk dan kemunduran dalam penegakan hukum, khususnya di lingkungan militer,” tegas LBH Medan.
Menurut hukum acara, Sertu Riza memenuhi syarat objektif dan subjektif untuk dilakukan penahanan, seperti potensi melarikan diri, menghilangkan barang bukti, serta menimbulkan rasa takut dan terancam bagi keluarga korban.
Ancaman terhadap Lenny Damanik Meningkat
Kekhawatiran Lenny akhirnya terbukti. Pada 14 Juli 2025, empat orang termasuk seseorang yang diduga adalah istri Sertu Riza mendatangi kediamannya dengan dalih bersilaturahmi. Salah satu dari mereka bahkan mencoba memberikan bingkisan, yang langsung ditolak oleh Lenny. Aksi ini menimbulkan rasa tidak aman bagi Lenny dan keluarganya.
LBH Medan Mendesak Penahanan Sertu Riza
LBH Medan mendesak agar Majelis Hakim dan pihak berwenang segera melakukan penahanan terhadap terdakwa demi menjamin rasa keadilan dan perlindungan terhadap keluarga korban.
Tindak pidana penyiksaan ini tidak hanya melanggar hukum nasional seperti UU Perlindungan Anak, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan KUHPidana Militer, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip universal yang diatur dalam ICCPR dan DUHAM. (Red/Bar.S)
Kontak Media:
Irvan Saputra, SH., MH.
Richard S.D. Hutapea, SH.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan