Foto: istimewa
METROPOLITAN POST— Sengketa tanah seluas 1.920 meter persegi yang kini ditempati Sekolah Dasar Negeri (SDN) Utan Jaya di Kota Depok, Jawa Barat, resmi bergulir ke ranah hukum.
Keluarga alm. H. Namit bin Sairan, melalui kuasa hukum dari REWP Law Firm, menyatakan bahwa lahan tersebut adalah milik sah mereka, yang sejak tahun 1967 digunakan untuk kepentingan pendidikan—namun hingga kini dikuasai oleh pemerintah tanpa kompensasi apa pun.
Pada tahun 1967, alm. H. Namit bersama keluarga berinisiatif membangun sekolah swasta bernama SD Utan Jaya di atas lahan pribadi mereka di Kampung Utan Jaya, Depok (Persil 156 Blok 15 No. C-648/2310). Selama bertahun-tahun, sekolah itu beroperasi dengan dukungan dan bagi hasil kepada pemilik lahan.
Namun sejak 1983, terjadi perubahan sepihak oleh pihak sekolah. Kepala sekolah saat itu diduga mengganti status sekolah menjadi Sekolah Dasar Negeri (SDN) Utan Jaya tanpa izin pemilik lahan. Bahkan sekitar tahun 1990, pemerintah menempatkan SDN Pondok Terong 2 di bangunan yang sama. Puncaknya terjadi pada tahun 1995, ketika papan nama sekolah negeri dipasang secara resmi tanpa pemberitahuan maupun persetujuan dari keluarga pemilik tanah.
Janji Palsu dan Klaim Administratif Bermasalah
Keluarga H. Namit telah berulang kali menanyakan dasar pengambilalihan tersebut. Sebagai bentuk “kompensasi”, mereka dijanjikan akan diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun janji itu tak pernah ditepati hingga kini menjadi janji kosong yang menyakitkan rakyat kecil.
Masalah semakin pelik setelah pemekaran wilayah pada tahun 1999, di mana Kabupaten Bogor dimekarkan menjadi Kota Depok.
Pada tahun 2001, aset-aset pendidikan diserahterimakan dari Kabupaten Bogor ke Kota Depok. Dalam dokumen serah terima itu, tanah SDN Utan Jaya disebut dialihkan dengan catatan “Segel Jual Beli”, padahal menurut pihak penggugat, tidak pernah ada transaksi atau kesepakatan jual beli yang mereka lakukan.
Penolakan Ganti Rugi dan Upaya Damai yang Diabaikan
Sejak awal tahun 2000-an, pihak keluarga terus mencari solusi damai dengan Pemerintah Kota Depok.
Bahkan pada tahun 2010, mereka mengajukan permohonan agar status sekolah dikembalikan menjadi swasta, namun justru dibujuk untuk menghibahkan tanah tersebut kepada negara.
Permintaan itu ditolak keras karena dianggap tidak adil dan melukai logika hukum serta keadilan sosial.
Tidak hanya itu, pada tahun 2018, Pemerintah Kota Depok justru menetapkan penggabungan dua sekolah negeri menjadi satu kesatuan SDN Utan Jaya, semakin memperkuat dugaan penguasaan tanpa hak
Melalui kuasa hukum REWP Law Firm, para ahli waris kini menggugat Pemerintah Kota Depok, Kepala Sekolah, serta pihak terkait atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Dalam gugatan yang diajukan di Pengadilan Negeri Depok, mereka menuntut agar Majelis Hakim:
1. Menyatakan tanah seluas 1.920 m² di Kampung Utan Jaya adalah milik sah Para Penggugat.
2. Menyatakan tindakan penguasaan dan penggunaan lahan oleh Tergugat I dan II sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
3. Menghukum para tergugat untuk mengosongkan dan mengembalikan tanah kepada pemilik tanpa syarat.
4. Menghukum para tergugat membayar:
Ganti rugi materiil sebesar Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Ganti rugi immateriil sebesar Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).
5. Subsidair, apabila pemerintah ingin membeli lahan yang kini digunakan sekolah seluas 1.500 m², penggugat meminta kompensasi sebesar Rp20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah).
Kasus ini bukan sekadar soal tanah, melainkan soal keadilan dan martabat rakyat kecil.
Keluarga alm. H. Namit adalah warga sederhana yang beritikad baik membangun sekolah untuk anak bangsa. Namun niat tulus itu justru berbalas pengambilalihan tanpa hak dan janji-janji kosong.
“Bagaimana mungkin rakyat kecil yang hidup pas-pasan dengan rela menghibahkan satu-satunya aset berharga mereka kepada pemerintah tanpa ganti rugi? Itu bukan amal, itu pemaksaan yang membungkus kezaliman,” tegas perwakilan kuasa hukum REWP Law Firm.
Mereka berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok memberikan putusan yang berpihak pada kebenaran dan keadilan substantif.
Kasus SDN Utan Jaya menjadi cermin klasik tentang lemahnya perlindungan hukum bagi hak milik warga, sekaligus peringatan agar negara tidak mudah mengklaim aset rakyat hanya karena berbungkus “kepentingan umum”.
Kuasa hukum menegaskan
“Kami tidak menentang pendidikan, kami menentang kezaliman. Sekolah boleh tetap berdiri, tapi hak rakyat jangan diinjak. Tanah ini bukan milik negara, ini milik keluarga H. Namit dan keadilan harus ditegakkan.”
Laporan : Joe K
Redaksi Media METROPOLITAN POST


















