Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
SOSIAL

OPINI | KEDAULATAN PANGAN 2045: Mimpi Besar dari Perbatasan Negeri

Avatar photo
19
×

OPINI | KEDAULATAN PANGAN 2045: Mimpi Besar dari Perbatasan Negeri

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Komunitas Rakyat Indonesia Unggul (RIU) — Tody A. Prabu, S.H. (Ketum RIU / Waketum DPP FABEM)

metropolitanpost.id –  Di tengah ketidakpastian global dan dinamika geopolitik yang terus berubah, Indonesia menatap satu mimpi besar: menjadi Lumbung Pangan Dunia tahun 2045, bertepatan dengan seratus tahun kemerdekaan bangsa.

Example 300x600

 

Visi ini bukan sekadar slogan kosong. Kementerian Pertanian telah menyusun langkah-langkah strategis, termasuk pengembangan kawasan perbatasan sebagai basis pertanian berorientasi ekspor.

 

Namun, pertanyaannya kini bukan “mungkin atau tidak?”, melainkan: “apakah kita sungguh-sungguh bersiap?”

 

Perbatasan: Dari Pinggiran Menjadi Ujung Tombak

Wilayah perbatasan selama ini kerap hanya disebut saat terjadi konflik atau isu keamanan. Padahal, kawasan tersebut merupakan beranda terdepan negara yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.

 

Menjadikannya sebagai pusat pertumbuhan pangan berorientasi ekspor—melalui program Lumbung Pangan Berorientasi Ekspor di Wilayah Perbatasan (LPBE-WP)—merupakan langkah strategis dan simbolik.

Dengan investasi infrastruktur, penyediaan benih unggul, alat pertanian modern, serta perlindungan asuransi, wilayah yang dahulu terpinggirkan kini diarahkan menjadi zona produktif dan kompetitif di pasar global.

 

Dari Swasembada Menuju Ekspor: Langkah Nyata yang Terukur

Indonesia pernah menunjukkan lompatan besar dalam sektor pertanian, antara lain:

 

Perbaikan irigasi seluas 3 juta hektare (2015–2016)

 

Pembangunan embung dan penampung air

 

Distribusi 180 ribu alat dan mesin pertanian

 

Swasembada beras medium tanpa impor

 

Ekspor beras organik dan premium ke Eropa, Sri Lanka, dan Papua Nugini

 

Penurunan impor jagung pakan hingga 62% dalam satu tahun

 

Capaian-capaian tersebut adalah bukti bahwa dengan tata kelola yang tepat, Indonesia bisa berdiri sebagai kekuatan pangan dunia.

 

Namun, tantangan masih menganga: minimnya adopsi teknologi, keterbatasan SDM pertanian, serta hambatan logistik di wilayah perbatasan. Semua ini memerlukan pembenahan serius dan berkelanjutan.

 

Usulan Strategis: Kolaborasi Provinsi Menuju Pangan Mandiri

Komunitas Rakyat Indonesia Unggul (RIU), melalui Ketua Umumnya, Tody A. Prabu, S.H., mendorong model kolaborasi antar-provinsi. Salah satunya antara Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat, yang dinilai sebagai “Miniatur NKRI” dengan potensi alam luar biasa dan kultur agraris yang kuat.

 

Usulan lima poros kerja sama antarwilayah tersebut meliputi:

 

Ketahanan pangan dan pengembangan food estate berkelanjutan

 

Integrasi riset dan teknologi pertanian melalui lembaga pendidikan

 

Intelektualisasi pesantren dan pembangunan ekonomi syariah komunitas

 

Produksi dan distribusi produk halal untuk pasar global

 

Pengembangan ekowisata dan budaya lokal sebagai nilai tambah ekonomi dan diplomasi lunak

 

Model kolaborasi ini dapat menjadi prototipe pembangunan pangan nasional berbasis sinergi daerah dan nilai-nilai lokal.

 

Refleksi Kritis: Mimpi Besar Butuh Konsistensi Besar

Menjadi lumbung pangan dunia bukan sekadar kerja teknis. Visi ini menuntut konsistensi lintas pemerintahan, stabilitas politik, keberanian dalam deregulasi, dan investasi jangka panjang.

 

Lebih dari itu, keadilan distribusi pangan, harga layak bagi petani, dan keterjangkauan pangan untuk rakyat kecil juga harus menjadi prioritas. Jangan sampai kita hanya mengejar ekspor tanpa memperhatikan kesejahteraan dalam negeri.

 

Indonesia juga harus keluar dari jebakan ekspor mentah. Sudah waktunya kita melompat dari sekadar eksportir beras dan jagung, menjadi produsen makanan olahan, produk organik tersertifikasi, dan bahan pangan berbasis teknologi hijau.

 

Penutup: Perbatasan sebagai Mercusuar Pangan Global

Tahun 2045 bukan hanya angka simbolik. Itu adalah tenggat sejarah yang harus dijawab dengan prestasi nyata:

 

Bahwa petani adalah aktor utama, bukan objek bantuan.

 

Bahwa wilayah perbatasan adalah pusat kekuatan, bukan zona rawan.

 

Bahwa kedaulatan pangan adalah fondasi kedaulatan bangsa.

 

Mimpi besar ini hanya bisa terwujud dengan nyali besar, konsistensi kuat, dan keberanian kolektif untuk berinovasi lintas batas. Jika itu terpenuhi, Indonesia tak hanya menjadi lumbung pangan dunia—tetapi juga mercusuar peradaban pangan global.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *