Jakarta, 25 Agustus 2025 —
Prof. Dr. Dr. Rr. Catharina Dewi Wulansari, Ph.D., S.H., M.H., S.E., M.M., Guru Besar Universitas Katolik Parahyangan Bandung sekaligus Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), hadir sebagai narasumber utama dalam Dialog Publik “Hak Komunal dan Hak Ulayat dalam RUU Masyarakat Adat” yang diselenggarakan di Jakarta.
Dalam pemaparannya, Prof.Dr.Dr.Rr. Catharina Dewi Wulansari Ph.D., S.H. M.H., S.E, M.M, menekankan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat bukan sekadar pengakuan formal, tetapi harus menjadi instrumen nyata untuk menjamin perlindungan hak-hak komunal dan ulayat yang selama ini terpinggirkan.
Menurut Prof. Dr.Dr.Rr. Catharina Dewi Wulansari Ph.D., S.H, M.H., S.E, M.M, selama ini masyarakat adat masih menghadapi berbagai tantangan struktural, seperti tumpang tindih kebijakan agraria, lemahnya pengakuan hukum adat dalam sistem hukum nasional, serta marjinalisasi akses terhadap sumber daya alam. Oleh karena itu, RUU Masyarakat Adat harus memberikan ruang bagi eksistensi hukum adat dalam kerangka hukum nasional yang setara dan bermartabat.
Sebagai Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), Prof.Dr.Dr.Rr. Catharina Dewi Wulansari juga menegaskan pentingnya keterlibatan akademisi, terutama para. pengajar hukum adat, dalam proses legislasi agar RUU ini tidak semata-mata lahir dari perspektif negara, tetapi juga dari realitas sosial dan kearifan lokal masyarakat adat di seluruh Nusantara.
Dialog publik ini menjadi bagian dari upaya mendorong pembentukan regulasi yang inklusif, partisipatif, dan berpihak pada masyarakat adat sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa Indonesia.