Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITA

Kendalikan Rokok untuk Cegah Stunting

Avatar photo
40
×

Kendalikan Rokok untuk Cegah Stunting

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kendalikan Rokok untuk Cegah Stunting

Jakarta, Metropolitanpost.id

Example 300x600

 

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bekerja sama dengan Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), dan Fatayat Nahdlatul Ulama menyelenggarakan webinar “Sosialisasi Pemahaman Hubungan Perilaku Merokok dan Stunting untuk BKKBN Perwakilan Provinsi dan Tim Pendamping Keluarga (TPK)”.

Hadir dalam webinar Pejabat Tinggi Pratama, Koordinator, Sub-koordinator, Tim Pendamping Keluarga, Penyuluh KB (PKB), dan Persatuan Kepala Dinas (Perkadis) KB di seluruh provinsi
se Indonesia. Webinar keterkaitan antara perilaku merokok dengan kejadian stunting melatar ó
kolaborasi ini dalam mendukung pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 yaitu menurunkan prevalensi stunting pada balita menjadi 14% dan
persentase perokok penduduk usia 10-18 tahun menjadi 8,7%. Upaya pengendalian konsumsi rokok
melalui kebijakan yang kuat sampai edukasi pada level grassroot perlu dilakukan secara beriringan dalam
mendukung percepatan penurunan stunting.

Stunting atau terlalu pendek untuk usia seseorang, didefinisikan sebagai tinggi badan yang lebih dari dua standar
deviasi di bawah Median Standar Pertumbuhan Anak (WHO, 2015). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi balita stunting di Indonesia turun dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018).
Prevalensi Baduta (bayi di bawah dua tahun) stunting juga mengalami penurunan dari 32,8% (2013) menjadi
29,9% (2018). Namun demikian, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dari batas toleransi WHO, yaitu 20% untuk
stunting. Hal ini menggambarkan bahwa stunting merupakan permasalahan gizi nasional yang harus mendapatkan perhatian khusus, termasuk mengendalikan konsumsi rokok yang juga berhubungan dengan seorang anak menjadi
stunting.

Menurut Hasto Wardoyo – Kepala BKKBN “Paparan asap rokok meningkatkan risiko stunting pada anak berusia 25-59 bulan sebesar 13.49 kali. Selain itu, paparan asap rokok meningkatkan terjadinya ectopic pregnancy dan sudden infant death syndrome”.

Sejalan dengan hal tersebut, Aryana Satrya, selaku Ketua PKJS-UI dalam
paparannya menyampaikan bahwa perilaku merokok orang tua juga berpengaruh terhadap intelegensi anak
secara tidak langsung (dampak dari stunting). Sedangkan Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada tahun 2030. Bonus demografi tidak bisa dimanfaatkan jika kesehatan anak dan pemuda buruk.

Muhammad Rizal Martua Damanik, Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan (Latbang) BKKBN
dalam keynote speech mengatakan bahwa webinar ini sebagai bentuk implementasi program turunan Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 yang mengamanatkan perlunya sinergitas dan kolaborasi bersama pihak dalam percepatan penurunan stunting.

Lebih lanjut, Deputi Latbang menambahkan konsumsi rokok diketahui merupakan penyebab stunting, baik secara langsung melalui paparan asap rokok pada anak sejak masa kandungan, maupun
secara tidak langsung dimana rokok juga berdampak buruk pada ekonomi keluarga yaitu belanja rokok
mengurangi biaya belanja makanan bergizi. BKKBN pada tingkat provinsi hingga Tim Pendamping Keluarga (TPK)
memiliki andil penting dalam meneruskan kampanye edukasi ini kepada masyarakat dalam mendukung program percepatan penurunan stunting.

Salah satu pembicara dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RS Cipto Mangunkusumo, Bernie Endyarni Medise, menjelaskan terdapat kaitan antara perilaku merokok dengan kejadian stunting pada anak sejak dalam masa kandungan, yaitu orang tua perokok menyebabkan secondhand smoke yang memberi efek langsung pada tumbuh kembang anak. “Toxic rokok ini mempengaruhi prenatal dan postnatal, laki-laki yang program ingin punya anak berhenti dulu merokok selama 70 hari sebelum konsepsi karena toxic-nya bisa menurunkan kualitas sperma,” tambah Hasto.

Sedangkan dari sisi ekonomi, rokok juga menghabiskan sebagian pendapatan keluarga. Risky Kusuma Hartono, Peneliti PKJS-UI menambahkan bahwa penelitian PKJS-UI tahun 2018 menunjukkan peningkatan pengeluaran rokok yang dibarengi oleh penurunan pengeluaran makanan sumber protein dan karbohidrat akan memiliki
dampak jangka panjang terhadap kondisi stunting anak.

Dengan demikian, diperlukan adanya pengendalian konsumsi rokok sebagai upaya dalam percepatan penurunan
stunting.

Rita Damayanti, Ketua Bidang Pendidikan & Pemberdayaan Masyarakat Komnas Pengendalian Tembakau menyampaikan bahwa terdapat 6 pilar pengendalian tembakau, diantaranya mendorong luas peringatan kesehatan bergambar menjadi 90% dari luas bungkus rokok, implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai daerah, menaikkan harga rokok setinggi-tingginya melalui instrumen kebijakan fiskal, larangan iklan, promosi dan sponsor yang mencitrakan positif produk rokok, mengakomodasi perokok yang ingin berhenti merokok, dan memberikan informasi seluas-luasnya mengenai risiko dan bahaya konsumsi produk tembakau terhadap kesehatan, ekonomi, maupun aspek lainnya. Kebijakan pengendalian konsumsi rokok harus dilakukan secara tegas dan berkelanjutan.

Webinar ini ditutup dengan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) oleh para peserta yang terdiri dari Pejabat
Tinggi Pratama, Koordinator, Sub-koordinator, Tim Pendamping Keluarga, Penyuluh KB (PKB), dan Persatuan
Kepala Dinas (Perkadis) KB provinsi yang difasilitasi oleh Efri Wahdiyah Nasution dari Pimpinan Pusat Fatayat
NU.

RTL ini menghasilkan beberapa hal, di antaranya BKKBN Provinsi hingga kader (penyuluh KB) memiliki peran
penting dalam mengkampanyekan hubungan antara perilaku merokok dan stunting kepada masyarakat, terutama
pada anak, remaja, orang tua, dan calon pengantin. Peserta dapat meneruskan informasi yang diperoleh dan
mengedukasi masyarakat dengan menggunakan media yang menarik dan mudah dipahami, seperti poster, video,
leaflet, maupun buku saku. Melalui program posyandu, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), sampai
pertemuan kader dan masyarakat dapat menjadi strategi dalam meneruskan informasi kepada masyarakat terkait
perilaku merokok dan hubungannya dengan stunting.
***

Tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN): Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana. BKKBN saat ini ditetapkan sebagai leading sector penanganan stunting nasional
W. https://www.bkkbn.go.id/

Tentang Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT): Merupakan organisasi koalisi kemasyarakatan yang
bergerak dalam bidang penanggulangan masalah konsumsi produk tembakau, didirikan pada 27 Juli 1998 di Jakarta, beranggotakan 23 organisasi dan perorangan, terdiri dari organisasi profesi kesehatan, organisasi masyarakat, dan kelompok
peduli akan bahaya produk tembakau bagi kehidupan, khususnya bagi generasi muda dan keluarga miskin.
W. komnaspt.or.id

Tentang Pusat Kajian Jaminan Sosial, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (PKJS-UI): Institusi yang bergerak pada pelatihan, konsultasi, dan penelitian seputar Jaminan Sosial secara luas termasuk menangani isu ekonomi
dan kesehatan, untuk berkontribusi pada kesejahteraan rakyat.
W. http://pkjsui.org/

Tentang Fatayat Nahdlatul Ulama (NU): Fatayat NU lahir pada tanggal 24 April 1950 di Surabaya. Visi dari Fatayat NU
yaitu “Terbentuknya pemudi atau wanita muda Islam yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, beramal, cakap dan bertanggung jawab serta berguna bagi agama, nusa dan bangsa”. Adapun misi Fatayat NU “Terwujudnya rasa kesetiaan
terhadap asas, aqidah dan tujuan Nahdlatul Ulama dalam menegakkan Syariat Islam”.
W. https://fatayatnu.or.id/

***

(Hotben)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *