Foto: Istimewa
METROPOLITAN POST— LBH Medan resmi melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Militer I-02 Medan ke Komisi Yudisial RI dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam perkara kematian MHS (15 tahun) yang melibatkan Sertu Riza Pahlivi.
Melalui putusan perkara No. 67-K/PM.I-02/AD/VI/2025 tertanggal 20 Oktober 2025, majelis hakim yang diketuai Letkol ZS dengan anggota Mayor IZ dan Mayor HW menyatakan terdakwa Sertu Riza Pahlivi terbukti lalai hingga menyebabkan kematian MHS, dan menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara serta restitusi kepada ibu korban, Lenny Damanik.
Namun, putusan tersebut dinilai tidak memenuhi rasa keadilan publik, terutama bagi keluarga korban. Lenny Damanik tak kuasa menahan tangis mendengar putusan tersebut. Ia menyebut vonis itu lebih ringan daripada hukuman untuk pencuri ayam, seraya menegaskan bahwa keadilan bagi anaknya kembali gagal ditegakkan.
“Kalau begitu hukumannya, maka akan banyak orang membunuh tanpa takut dihukum,” ujar keluarga korban penuh emosi di luar persidangan.
LBH Medan menemukan sejumlah kejanggalan dalam putusan tersebut, antara lain:
Majelis hakim menyebut tidak ditemukan luka pada tubuh korban, padahal dalam berkas putusan sendiri tercatat adanya jejas di perut dan luka di kening korban akibat jatuh dari rel setinggi dua meter.
Majelis hakim menilai terdakwa tidak melakukan penyerangan, padahal kesaksian Ismail Syahputra Tampubolon menyatakan melihat langsung korban diserang hingga terjatuh, dan kesaksian Naura Panjaitan (yang kini telah meninggal) juga menguatkan hal tersebut.
Selain itu, sejak tahap penyidikan hingga penuntutan, terdakwa tidak pernah ditahan, meskipun perbuatannya menyebabkan kematian anak di bawah umur.
LBH Medan menilai Oditur Militer Letkol M. Tecki Waskito, S.H., M.H. juga tidak berpihak pada korban karena hanya menuntut terdakwa 1 tahun penjara, jauh dari ancaman 15 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (3) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
LBH Medan: Hakim Diduga Langgar Kode Etik dan Prinsip Keadilan
LBH Medan sebagai kuasa hukum keluarga korban menilai majelis hakim telah melanggar prinsip adil, arif, bijaksana, dan profesional sebagaimana diatur dalam Keputusan Bersama MA dan KY No. 04/KMA/SKB/IV/2009 dan No. 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Atas dasar itu, pada 6 November 2025, LBH Medan resmi mengajukan laporan ke Komisi Yudisial RI dan Bawas Mahkamah Agung RI.
LBH Medan menilai praktik peradilan seperti ini mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan militer. Oleh karena itu, LBH Medan mendesak Mahkamah Agung RI untuk mencopot Ketua Pengadilan Militer I-02 Medan dan mendesak pemerintah melakukan reformasi sistem peradilan militer agar lebih transparan dan akuntabel.
“Keadilan bagi anak korban tidak boleh dikorbankan oleh kelalaian hukum. Ini bukan hanya soal vonis ringan, tetapi soal nyawa dan kepercayaan rakyat terhadap hukum,” tegas Irvan Saputra, S.H., M.H., perwakilan LBH Medan.
LBH Medan menilai tindakan terdakwa jelas melanggar UU Perlindungan Anak, KUHP, UUD 1945, serta prinsip-prinsip HAM internasional (DUHAM, ICCPR, CRC) tentang hak anak untuk hidup dan mendapat perlindungan dari kekerasan.(Red/*)
Narahubung:
Irvan Saputra, S.H., M.H.
Richard S.D. Hutapea, S.H.
Laporan : Bar.S


















