Pemanfaatan Ruang Digital Sebagai Wadah Penyaluran Aspirasi

 

 

Jakarta, Metropolitanpost.id

 

Pada era digital saat ini, informasi sangat mudah untuk ditemukan dan ruang digital dapat di implementasikan sebagai sarana untuk berdemokrasi bagi setiap masyarakat. Disejumlah media sosial (Medsos) peristiwa yang terjadi bisa langsung disiarkan.
Hesty Deasy Sondakh selaku Jurnalis Media Kosultan mengatakan bahwa suatu informasi dapat kita percaya apabila berita tersebut memiliki informasi yang akurat. Berita yang akurat terlihat dari pembuat beritanya yang sudah dibekali dengan kaidah-kaidah jurnalis.

Tentu saja yang harus jurnalis sampaikan adalah fakta dari informasi yang diberikan.

“Kekurangannya, masyarakat butuh waktu lebih lama untuk bisa mendapatkan informasi tersebut,” kata Hesty selaku narasumber pada Webinar Literasi Digital yang digelar oleh Direktorat Jenderal APTIKA dengan tema “Pemanfaatan Ruang Digital Sebagai Wadah Penyaluran Aspirasi” secara virtual, Jakarta (16/05/2022).

Menurutnya, peristiwa yang terjadi saat ini hanya dalam waktu 60 detik langsung terposting dan tersiar ke pengguna medsos lainnya. Tentu saja dengan informasi apa adanya atau ala kadarnya saja. Kekurangannya adalah informasi yang keluar di medsos tidak sesuai kaidah jurnalis. Atau informasinya tidak lengkap dan menimbulkan persepsi yang berbeda-beda bagi para pembacanya.

“Saat ini, akses pengguna internet sudah sekitar 70% di Indonesia atau 279 juta orang yang mengakses internet,” sebutnya.

Berdasarkan riset dari Katadata Insight Center (KIC) dan Kominfo pada tahun 2021 masyarakat masih lebih percaya medsos sebagai sumber informasi. Sebanyak 73% responden mengatakan, media sosial merupakan sumber yang biasanya diandalkan untuk mendapatkan informasi. Disusul televisi (59,7%), berita online (26,7%), dan situs resmi pemerintahan (13,9%).

 

“Semua yang viral dalam hal ini aspirasi yang viral lebih cepat ditanggapi oleh para pemangku kebijakan,” ungkap Hesty.

Dalam menyampaikan aspirasinya Hesty berharap agar masyarakat tetap dilakukan secara beretika, sopan, dan bijaksana.

Sementara itu, narasumber berikutnya Wakil Bendahara DPD Persikindo Riau, Ema Susilawati mengatakan bahwa saat ini teknologi informasi dan komunikasi telah terbukti sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi yang sangat handal. Teknologi tersebut telah dimanfaatkan hampir di setiap aspek kehidupan manusia, baik dari pekerjaan, pendidikan, maupun dalam pemerintahan.

Media komunikasi telah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi setiap orang. Hal ini seiring dengan ditemukannya perangkat-perangkat media yang berbasis internet, seperti media sosial (instagram, facebook, wa dan sebagainya).

“Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan suatu program, untuk alat bantu, manipulasi dan menyampaikan informasi.

TIK adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi.” Kata Ema.
Menurutnya, meski pada awalnya peran komunikasi kewargaan masih dipegang oleh media massa konvensional. Akan tetapi media massa konvesional dinilai belum mampu membangun sistem politik yang lebih demokratis. Hal itu diakibatkan masih tingginya komersialisme pasar media massa yang membuat adanya pengabaian peran komunikasi untuk tampil lebih demokratis bagi warga negara.

“Dengan demikian kehadiran media baru telah menghilangkan batasan maupun perantara antara publik dengan pengambil kebijakan yang dapat menciptakan komunikasi dua arah,” ungkap Wakil Bendahara DPD Persikindo Riau.

Dengan kata lain media baru sangat ideal untuk dapat menempati ruang publik bagi masyarakat sipil di antara ranah pribadi dan otoritas negara. Dengan begitu media sosial dapat dikatakan sebagai ruang publik baru yang lebih terbuka untuk saluran interaksi, pertukaran gagasan hingga membangun komunikasi dua arah lainnya yang memungkinkan warga negara mengekspresikan aspirasinya.

Narasumber terakhir, Hillary Brigitta Lasut, S.H., LL.M selaku Anggota Komisi I DPR RI mengatakan bahwa kemajuan teknologi saat ini telah mengubah cara masyarakat untuk berinteraksi, khususnya dalam proses penyaluran aspirasi.

Jika di jaman sebelumnya proses penyaluran aspirasi dilakukan secara manual, (door to door) atau juga secara person to person menyebabkan terjadinya banyak keluhan yang seakan-akan aspirasi masyarakat tidak banyak didengar, bahkan sampai terjadi krisis kepercayaan kepada pemerintah.
Dengan hadirnya ruang digital ini memudahkan masyarakat untuk memviralkan suatu postingan untuk mendapatkan dukungan aspirasinya dan cepatnya tindak lanjut yang dilakukan pemerintahan.
“Sayangnya seringkali postingan tersebut membuat keburaman dalam proses demokrasi, ada banyak oknum yang tidak bertanggung jawab untuk memviralkan berita fake yang membuat banyak masyarakat terprovokasi,” ujar Hillary.

Fenomena tersebut harus menjadi momentum oleh pemerintah atau wakil rakyat agar lebih selektif dan objektif dalam menentukan aspirasi mana yang benar dari masyarakat. Dan masyarakat juga harus memperhatikan akun-akun hack yang isi postingannya adalah postingan fake yang ditujukan untuk merubah kebijakan tanpa memperdulikan aturan atau undang-undang yang berlaku, sehingga membuat demokrasi kita menjadi kebablasan dan salah arah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini