Jakarta – Universitas Bung Karno melaksanakan mimbar bebas dan diskusi publik dengan tema “Upaya Desukarnoisasi dalam Tragedi Kudatuli” pada tanggal 28 Juli 2025 di halaman universitas. Acara ini diisi dengan orasi, puisi, monolog, dan musik.
Drs. Daniel G.H. Panda, S.H., M.H., selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Bung Karno, menjelaskan bahwa acara ini bertujuan untuk mengenang sejarah dan mengajarkan ajaran Bung Karno kepada generasi muda. “Kami dari UBK mendukung kegiatan ini karena berharap kegiatan-kegiatan yang terjadi di era Orde Baru yang berhubung dengan desukarnoisasi itu tidak lagi terjadi di era saat ini,” ujarnya.
Daniel Panda juga menyampaikan harapan kepada pemerintahan Prabowo untuk mengembalikan ajaran Bung Karno dan mengimplementasikan demokrasi yang lebih baik. “Kami berharap Prabowo dapat mengambil iktisar Ajaran Bung Karno, seperti demokrasi yang dikembalikan pada rakyat, musyawarah mufakat, dan sistem keterwakilan yang lebih baik,” katanya.
Universitas Bung Karno mengajarkan ajaran Bung Karno kepada mahasiswa melalui mata kuliah yang wajib diikuti. “Kami ajarkan biografi Bung Karno, sukarnoisme, sukarnologi, dan sukarnoisasi. Tujuan kami adalah agar mahasiswa dapat memahami pemikiran Bung Karno dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Daniel Panda.
Daniel Panda juga menyampaikan bahwa Universitas Bung Karno akan terus mengkritisi dan mengawasi kebijakan pemerintah saat ini. “Kami akan terus mengawasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip yang pernah diajarkan oleh Bung Karno dapat dikembalikan lagi,” katanya.
“Kami berharap bahwa pemerintahan Prabowo dapat mengembalikan ajaran Bung Karno dan mengimplementasikan demokrasi yang lebih baik. Kami percaya bahwa demokrasi harus dikembalikan pada rakyat, dan sistem perwakilan harus ada. Kami juga berharap bahwa pemerintahan Prabowo dapat mengembalikan musyawarah mufakat dan sistem keterwakilan yang lebih baik,” kata Bapak Daniel.
“Universitas Bung Karno akan terus mengkritisi dan mengawasi kebijakan pemerintah saat ini. Kami berharap bahwa pemerintahan Prabowo dapat mengambil iktisar Ajaran Bung Karno dan mengimplementasikannya dalam kebijakan pemerintah,” tutup Bapak Daniel.
Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning menilai, Komnas HAM dan Amnesty banyak yang belum bisa mendeteksi pelanggaran yang terjadi pada peristiwa pertikaian internal PDI tanggal 27 Juli 1996. Hal tersebut dikatakan Ribka dalam acara diskusi politik dan mimbar bebas di Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta, Senin (28/7/2025).
“Reformasi yang terjadi karena adanya kudatuli. Kudatuli menjadi cikal bakal adanya reformasi,” tegas Ribka.
Dilansir situs resmi Komnas HAM, peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 adalah peristiwa kekerasan di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Peristiwa itu terjadi di kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat.
Diduga, penyebab peristiwa Kudatuli adalah perebutan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) antara kubu Megawati Soekarnoputri dengan kubu Soerjadi. Namun, banyak pihak merasakan ada keganjilan dari penyebab utama kerusuhan tersebut.
Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning menilai bahwa Komnas HAM dan Amnesty belum bisa mendeteksi pelanggaran yang terjadi pada peristiwa pertikaian internal PDI tanggal 27 Juli 1996. Hal ini disampaikan Ribka dalam acara diskusi politik dan mimbar bebas di Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta.
Ribka menekankan bahwa reformasi yang terjadi karena adanya Kudatuli. “Kudatuli menjadi cikal bakal adanya reformasi,” tegas Ribka. Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 adalah peristiwa kekerasan di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang diduga disebabkan oleh perebutan kantor antara kubu Megawati Soekarnoputri dengan kubu Soerjadi.
Ribka juga menekankan pentingnya mengenalkan sejarah kepada generasi muda. “Memperkenalkan sejarah kepada generasi muda saat ini memang memerlukan kesabaran. Saya mengapresiasi kegiatan mimbar bebas di UBK ini yang mengangkat soal kudatuli,” kata Ribka. Ribka berharap bahwa pemerintah tidak bisa membelok-belokan sejarah dan mengakui pentingnya Kudatuli sebagai bagian dari sejarah bangsa.