Indonesia Terhimpit Kepentingan Dua Pihak Menuju KTT G-20
Penulis : Jeannie Latumahina
(Ketua Relawan Perempuan dan Anak Perindo)
Sabtu, 9 April 2022
G-20 adalah organisasi internasional yang beranggota 19 negara ditambah satu lembaga dunia yaitu IMF dan Worl Bank. Dan anggotanya adalah negara-negara yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi global tidak hanya negara anggota G-20 namun juga negara-negara lainnya.
Dan kali ini Indonesia ditunjuk sebagai Presidensi untuk penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi yang rencananya diselenggarakan tahun ini di Bali bulan November 2022. KTT G-20 nantinya mengangkat tema *Recover* *Together*, *Recover Stronger*” yang artinya Pulih Bersama, Kembali Perkasa yang mana ini tentu adalah bertujuan dunia kembali bangkit dari akibat pandemi virus Covid-19.
Namun sejak 24 Februari 2022, Rusia mengumumkan perang terhadap Ukraina, sehingga masyarakat dunia melalui Resolusi PBB pada 2 Maret 2022 mengecam keras serangan tersebut dan Indonesia termasuk negara yang juga mengecam serangan tersebut dan menghendaki penyelesaian damai antara negara Rusia dan Ukraina.
Sedangkan Indonesia abstein dalam pemungutan suara Penangguhan Dewan HAM PBB pada 7 April 2022, posisi anstein Indonesia adalah menunggu sampai ada penyidikan lebih lanjut dari pelanggaran HAM oleh negara Rusia terhadap Ukraina.
Disamping melakukan sangsi ekonomi terhadap Rusia, Amerika dan Negara-negara Barat yaitu Kanada dan Australia terhadap Rusia juga melakukan tekanan dengan ancaman Boikot terhadap kehadiran Rusia di KTT G-20 yang akan diselenggarakan Indonesia pada bulan November nanti.
Hal demikian tentu saja membuat Indonesia dalam posisi terhimpit, bahkan seakan dihukum jika Presiden Putin, Rusia hadir dalam KTT nanti. Karena sebagai Presidensi G-20, Indonesia harus mengundang seluruh anggota G-20.
Bahkan ancaman boikot tidak hanya dalam pelaksanaan KTT, namun juga pertemuan awal atau Working Group anggota G-20 menjelang KTT nanti.
Hal demikian tentu saja menjadi tidak sangat fair untuk Indonesia, mengingat tujuan dari G-20 adalah untuk kerjasama ekonomi khusus kerjasama dalam membangun kembali ekonomi dunia akibat pandemi virus Covid-19, dan belum ada agenda khusus yang disetujui bersama membahas konflik antara negara Rusia dan Ukraina.
Negara Amerika sudah memutuskan untuk tidak akan hadir, kecuali Indonesia turut mengundang negara Ukraina dalam KTT nanti. Hal demikian tentu saja menyulitkan diterima Indonesia mengingat negara Ukraina bukan anggota, dan belum mendapat persetujuan seluruh anggota G-20.
Ancaman boikot KTT G-20 jika Rusia hadir, tentu saja dibalas dengan tanggapan Presiden Putin bahwa Rusia akan tetap hadir memenuhi undangan untuk KTT G-20.
Negara Indonesia tentu saja tidak ingin menjadi terhukum dalam penyelenggaraan KTT G-20, karena Indonesia juga adalah negara yang mengecam serangan Rusia terhadap Ukraina dalam Resolusi PBB.
Demikian juga Indonesia selaku penyelenggara wajib mengundang seluruh Anggota G-20 dalam KTT nanti. Maka tentu saja ini tekanan demikian tidak fair untuk negara Indonesia.
Desakan untuk mencoret Rusia dari keanggotaan G-20 juga tidak dapat dilakukan, mengingat bahwa sebagai organisasi International, tidak bisa mencoret anggota organisasi tanpa persetujuan seluruh anggota organisasi.
Kemudian perlu di ingat juga bahwa pada tahun lalu Presiden China Xi Jinping tidak hadir dalam KTT G-20, dan diwakili oleh Perdana Mentri, hal ini saja sudah dianggap kesepakatan hasil KTT G-20 kurang lengkap dengan tidak hadirnya Presiden Xi Jinping.
Maka tentunya jika ada negara anggota G-20 malah melakukan boikot terhadap pelaksanaan KTT G-20, atau tidak ada kehadiran Presiden Rusia dalam KTT G-20 nanti, akan membuat hasil kesepakatan KTT G-20 menjadi tidak sempurna, atau bahkan terancam bubarnya organisasi kerjasama international G-20 atau bisa saja hasilnya akan seperti yang pernah terjadi dalam kelompok G-8.
Rusia sebelumnya juga pernah menjadi anggota G-8, yang sebelumnya bernama G-7 namun kemudian tidak lama akhirnya dengan kesepakatan anggotanya mengeluarkan Rusia akibat serangan terhadap Krimea.
Menjadi kewajiban kita semua untuk mendukung pemerintah dalam pelaksanaan KTT G-20 dan segala upaya lobby yang dilakukan oleh Kementrian Luar Negeri ke seluruh negara anggota G-20 untuk pelaksanaan KTT G-20 nanti.
Ini tentu karena Indonesia dalam hubungan luar negeri menganut politik Bebas dan Aktif untuk tidak memihak dan tetap mengupayakan perdamaian dunia. Dan tentu juga tidak menginginkan organisasi international G-20 menjadi hancur akibat ancaman boikot dalam pelaksanaan KTT yang bertujuan untuk kemajuan bersama untuk seluruh negara dunia tidak hanya anggota G-20.
Mempertahankan semangat kebersamaan sesuai tema KTT kali ini yaitu *kebersamaan* menjadi hilang oleh sebab kehilangan togetherness jika tidak semua anggota KTT hadir, sebagaimana yang pernah terjadi pada tahun lalu, dengan ketidak hadiran Presiden Xi Jinping.
Namun dalam hal ini apapun yang nantinya terjadi dunia tetap melihat bahwa Indonesia telah berjuang sekuat tenaga untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dalam kerjasama antar negara.
Sabtu 9 April 2022
Penulis : Jeannie Latumahina
(Ketua Relawan Perempuan dan Anak Perindo)
Sabtu, 9 April 2022
G-20 adalah organisasi internasional yang beranggota 19 negara ditambah satu lembaga dunia yaitu IMF dan Worl Bank. Dan anggotanya adalah negara-negara yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi global tidak hanya negara anggota G-20 namun juga negara-negara lainnya.
Dan kali ini Indonesia ditunjuk sebagai Presidensi untuk penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi yang rencananya diselenggarakan tahun ini di Bali bulan November 2022. KTT G-20 nantinya mengangkat tema *Recover* *Together*, *Recover Stronger*” yang artinya Pulih Bersama, Kembali Perkasa yang mana ini tentu adalah bertujuan dunia kembali bangkit dari akibat pandemi virus Covid-19.
Namun sejak 24 Februari 2022, Rusia mengumumkan perang terhadap Ukraina, sehingga masyarakat dunia melalui Resolusi PBB pada 2 Maret 2022 mengecam keras serangan tersebut dan Indonesia termasuk negara yang juga mengecam serangan tersebut dan menghendaki penyelesaian damai antara negara Rusia dan Ukraina.
Sedangkan Indonesia abstein dalam pemungutan suara Penangguhan Dewan HAM PBB pada 7 April 2022, posisi anstein Indonesia adalah menunggu sampai ada penyidikan lebih lanjut dari pelanggaran HAM oleh negara Rusia terhadap Ukraina.
Disamping melakukan sangsi ekonomi terhadap Rusia, Amerika dan Negara-negara Barat yaitu Kanada dan Australia terhadap Rusia juga melakukan tekanan dengan ancaman Boikot terhadap kehadiran Rusia di KTT G-20 yang akan diselenggarakan Indonesia pada bulan November nanti.
Hal demikian tentu saja membuat Indonesia dalam posisi terhimpit, bahkan seakan dihukum jika Presiden Putin, Rusia hadir dalam KTT nanti. Karena sebagai Presidensi G-20, Indonesia harus mengundang seluruh anggota G-20.
Bahkan ancaman boikot tidak hanya dalam pelaksanaan KTT, namun juga pertemuan awal atau Working Group anggota G-20 menjelang KTT nanti.
Hal demikian tentu saja menjadi tidak sangat fair untuk Indonesia, mengingat tujuan dari G-20 adalah untuk kerjasama ekonomi khusus kerjasama dalam membangun kembali ekonomi dunia akibat pandemi virus Covid-19, dan belum ada agenda khusus yang disetujui bersama membahas konflik antara negara Rusia dan Ukraina.
Negara Amerika sudah memutuskan untuk tidak akan hadir, kecuali Indonesia turut mengundang negara Ukraina dalam KTT nanti. Hal demikian tentu saja menyulitkan diterima Indonesia mengingat negara Ukraina bukan anggota, dan belum mendapat persetujuan seluruh anggota G-20.
Ancaman boikot KTT G-20 jika Rusia hadir, tentu saja dibalas dengan tanggapan Presiden Putin bahwa Rusia akan tetap hadir memenuhi undangan untuk KTT G-20.
Negara Indonesia tentu saja tidak ingin menjadi terhukum dalam penyelenggaraan KTT G-20, karena Indonesia juga adalah negara yang mengecam serangan Rusia terhadap Ukraina dalam Resolusi PBB.
Demikian juga Indonesia selaku penyelenggara wajib mengundang seluruh Anggota G-20 dalam KTT nanti. Maka tentu saja ini tekanan demikian tidak fair untuk negara Indonesia.
Desakan untuk mencoret Rusia dari keanggotaan G-20 juga tidak dapat dilakukan, mengingat bahwa sebagai organisasi International, tidak bisa mencoret anggota organisasi tanpa persetujuan seluruh anggota organisasi.
Kemudian perlu di ingat juga bahwa pada tahun lalu Presiden China Xi Jinping tidak hadir dalam KTT G-20, dan diwakili oleh Perdana Mentri, hal ini saja sudah dianggap kesepakatan hasil KTT G-20 kurang lengkap dengan tidak hadirnya Presiden Xi Jinping.
Maka tentunya jika ada negara anggota G-20 malah melakukan boikot terhadap pelaksanaan KTT G-20, atau tidak ada kehadiran Presiden Rusia dalam KTT G-20 nanti, akan membuat hasil kesepakatan KTT G-20 menjadi tidak sempurna, atau bahkan terancam bubarnya organisasi kerjasama international G-20 atau bisa saja hasilnya akan seperti yang pernah terjadi dalam kelompok G-8.
Rusia sebelumnya juga pernah menjadi anggota G-8, yang sebelumnya bernama G-7 namun kemudian tidak lama akhirnya dengan kesepakatan anggotanya mengeluarkan Rusia akibat serangan terhadap Krimea.
Menjadi kewajiban kita semua untuk mendukung pemerintah dalam pelaksanaan KTT G-20 dan segala upaya lobby yang dilakukan oleh Kementrian Luar Negeri ke seluruh negara anggota G-20 untuk pelaksanaan KTT G-20 nanti.
Ini tentu karena Indonesia dalam hubungan luar negeri menganut politik Bebas dan Aktif untuk tidak memihak dan tetap mengupayakan perdamaian dunia. Dan tentu juga tidak menginginkan organisasi international G-20 menjadi hancur akibat ancaman boikot dalam pelaksanaan KTT yang bertujuan untuk kemajuan bersama untuk seluruh negara dunia tidak hanya anggota G-20.
Mempertahankan semangat kebersamaan sesuai tema KTT kali ini yaitu *kebersamaan* menjadi hilang oleh sebab kehilangan togetherness jika tidak semua anggota KTT hadir, sebagaimana yang pernah terjadi pada tahun lalu, dengan ketidak hadiran Presiden Xi Jinping.
Namun dalam hal ini apapun yang nantinya terjadi dunia tetap melihat bahwa Indonesia telah berjuang sekuat tenaga untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dalam kerjasama antar negara.
Sabtu 9 April 2022