(Foto ; Haidar Alwi, Istimewa)
Metropolitan Post – Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat
alias Brigadir J yang diotaki Irjen Ferdy Sambo, nampaknya coba dimanfaatkan para ‘penumpang gelap’ untuk mengkerek Polri jauh dari Presiden.
Namun sudah banyak yang mulai menghembuskan wacana agar Polri sebaiknya berada di bawah kementerian atau kembali ke TNI.
Pendapat usang yang kerap terdengar di telinga sejak zaman baheula itu, diduga dihembuskan untuk melemahkan Polri atau untuk tujuan politik lainnya.
Para ‘penumpang gelap’ itu coba menciptakan sendiri rasa sakit hati melalui ekspektasi tapi lupa memahami sistem kepolisian di dunia maupun sistem kepolisian yang berlaku di Indonesia.
Khusus Indonesia, penempatan organisasi Polri sudah sesuai dengan konstitusi yaitu UUD 1945. Jadi usulan Polri dibawah kementerian adalah pemikiran inkonstitusional dan mengingkari NKRI sebagai negara hukum.
Karma Sambo Tak Layak Dibenturkan ke Institusi
Semua orang percaya bahwa karma merupakan satu konsep bahwa setiap perbuatan bakal ada balasannya. Baik itu perbuatan baik, begitu juga perbuatan buruk atau jahat.
Orang yang tega menyingkirkan nyawa orang lain, cuma ada dua kemungkinan; kalau bukan karena sakit hati, orangnya memang berhati keji. Jadi perbuatan Sambo dan ia dihakimi publik, itu adalah bagian daripada konsekuensi yang ia perbuat.
Jadi, peristiwa pembunuhan lalu dibumbui Sambo dengan drama pelecehan di rumah dinasnya yang kemudian berhasil dibongkar oleh tim khusus yang dibentuk Kapolri Listyo Sigit Prabowo, harusnya bisa melahirkan pemikiran objektif Polri masih adil, transparan dan akuntabel.
Untuk itu, sebagai alat negara Polri berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden selaku kepala negara adalah tepat sesuai sistem ketatanegaraan dan tidak bisa diutak-atik lagi. Apalagi dengan memanfaatkan karma Sambo, rasanya sangat tidak relevan.
Sejak kasus pembunuhan bergulir dan terungkap skenario Sambo, publik terus mendorong Polri agar mencopot Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam dan
kapasitasnya sebagai ketua Satgassus.
Permintaan itu langsung direspon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Tidak hanya mencopot, Sambo dari 2 jabatan sakti mandraguna itu, namun turut serta membubarkan Satgassus Merah Putih.
Belum berakhir di situ, sebab Polri juga menunjukkan keadilan dan transparansi sebagai aparat penegak hukum dengan menetapkan Ferdy Sambo Cs sebagai tersangka dan dijerat dengan hukuman mati.
Walau ancaman pidana mati itu, masih berproses melalui sistem peradilan pidana setidaknya Polri berhasil menunjukkan ketegasannya sebagai institusi penegak hukum.
Teranyar, hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) Irjen Ferdy Sambo dari anggota Polri.
Keputusan Polri patut di aparesiasi, karena merujuk dari unsur yang dilanggar Sambo. Pemecatan itu turut serta memenuhi harapan publik yang menginginkan Sambo ‘dicoret’ dari Korps Bhayangkara.
Dengan runutan langkah Polri membongkar kasus pembunuhan Brigadir J yang diotaki Sambo, saya meyakini kepercayaan publik terhadap Polri bakal berangsur pulih dan terus naik.
Polri Penjaga Negeri dari Para Perusuh dan Penjahat
Jika Polisi Indonesia mogok satu malam saja, maka paginya bisa hilang negara ini. Polri merupakan garda terdepan pelindung masyarakat dan penegakan hukum yang profesional.
Polri harus dibentengi agar terhindar dari manuver kelompok tertentu yang ingin melemahkan Korps Bhayangkara.
Jangan karena perbuatan seorang oknum lalu dikait-kaitkan dengan institusi. Polri harus tetap kuat dan bersatu. Sebab, jika Polri lemah siapa lagi yang akan menjaga negeri ini dari para perusuh, penjahat, dan para antek-anteknya.
Jadi, semangat mendorong Polri di bawah kementerian atau lainnya, adalah upaya memperlebar jalan dan semangat para perusuh dan penjahat dalam merongrong eksistensi NKRI.(Ton)