Partai Ummat Usulkan Indonesia Jadi Penengah Konflik Rusia-Ukraina
Jakarta, Cosmopolitanpost.com
Partai Ummat menyarankan pemerintah Indonesia untuk menawarkan diri menjadi penengah konflik antara Rusia dan Ukraina yang sangat potensial bisa berdampak pada instabilitas politik dan ekonomi global.
“Sebagai negara yang pernah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesia punya kans yang sangat besar menjadi penengah konflik. Indonesia sudah lama dikenal sebagai penggerak Gerakan Non Blok dan insya Allah akan dipercayai oleh kedua belah pihak yang sedang berkonflik,” kata Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, Senin (28/2).
Di tengah konflik yang sudah memasuki ibukota Ukraina, Kyiv, wacana negosiasi antara kedua negara menyeruak untuk mengakhiri kontak senjata yang sudah menelan ratusan korban jiwa serta membanjirnya pengungsi ke negara-negara tetangga Ukraina.
Rusia mengusulkan Minsk, ibukota Belarusia, sebagai tempat negosiasi yang ditolak oleh Ukraina karena Belarusia dikenal sebagai negara pro Rusia. Sebaliknya, Ukraina mengusulkan Warsawa (Polandia), Bratislava (Slovakia), Budapest (Hungaria), Istanbul (Turki), atau Baku (Azerbaijan).
Di tengah macetnya saluran dialog antara kedua negara, dan belum ada titik temu di mana mereka bisa duduk satu meja, Israel menawarkan diri sebagai tempat negosiasi. Namun Israel juga dikenal sebagai negara yang terlalu dekat dengan AS yang menjadi rival Rusia sejak lama.
Pada detik-detik terakhir Ahad malam (27/2), akhirnya kedua belah pihak sepakat bertemu di sebuah tempat di perbatasan Belarusia-Ukraina.
Meskipun begitu, kata Ridho, karena proses negosiasi ini akan memakan waktu yang panjang dan memerlukan mediator yang dipercaya kedua belah pihak, maka kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah dan mediator masih terbuka lebar.
“Itu sebabnya Partai Ummat memandang perlu Indonesia proaktif menawarkan diri menjadi penengah. Indonesia sangat ideal dan, sekali lagi, akan dipercayai oleh kedua belah pihak,” Ridho menjelaskan.
Ridho mengatakan Partai Ummat menyadari bahwa politik luar negeri pada hakikatnya adalah sisi luar dari politik dalam negeri. Kalau politik dalam negeri morat-marit dan tidak stabil, maka politik luar negerinya juga tidak punya bobot, tambah Ridho.
“Indonesia adalah negara terbesar keempat di dunia secara populasi. Kita cukup pantas untuk mengusulkan meskipun kita menyadari kondisi dalam negeri sendiri sedang banyak masalah seperti komoditi minyak goreng yang hilang di pasar, masalah Wadas, ekonomi yang tak kunjung membaik, pelanggaran HAM, dan banyak lagi,” kata Ridho.
Tidak cuma itu, kata Ridho, Islam juga mengajarkan pemeluknya agar mencintai perdamaian dan menghindari peperangan yang merugikan masyarakat. “Jadi sebagai negara Muslim kita harus memegang teguh ajaran ini,” pungkasnya.***