Hadapi Judol dan Konten Negatif, Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia Gelar Webinar “Menciptakan Ruang Digital yang Positif
Tanpa Diskriminasi”
Jakarta, 27 November 2024 –
Semakin masifnya konten yang beredar di internet,termasuk media sosial, tentu semakin besar tantangannya. Hal itu mendorong
Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia bersama Kementerian Komunikasi dan
Digital (Komdigi) menggelar webinar bertema “Menciptakan Ruang Digital yang
Positif Tanpa Diskriminasi” secara online di Jakarta, Selasa (5/11).
Webinar yang diikuti masyarakat umum, terutama generasi muda, diselenggarakan melalui platform Zoom Meeting.
Pembicara yang dihadirkan pada webinar kali ini adalah Gun Gun Siswadi (penggiat literasi digital), Fina Leonita (Board of Leader
Generasi Perintis), dan Bayu Satria Utomo (penggiat kebijakan publik).
Peserta webinar begitu antusias dan interaktif selama acara yang berlangsung sekitar dua
jam.
Pada webinar, Gun Gun Siswadi memaparkan data dari Kementerian Komunikasi Digital (sebelumnya Kemkominfo), bahwa sejumlah 6.059.312 konten negatif
berhasil diblokir, termasuk 3.194.600 konten perjudian online juga telah diblokir
Komdigi sejak 2017-30 Juni 2024. Artinya sebaran konten negatif begitu masif dan menjadi tantangan tersendiri di era digital.
“Beredarnya konten hoaks, ujaran kebencian, pornografi, radikalisme, dan penipuan di media sosial menjadi ancaman bagi generasi muda,” kata Gun Gun Siswadi yang pernah menjadi staf ahli Menkominfo RI periode 2016-2019.
Selain konten negatif, banjir informasi yang melimpah di internet dan membuat banyak orang kesulitan memilah informasi yang benar, serta perilaku tidak produktif akibat penggunaan media sosial yang tidak bijak juga menjadi tantangan di era
digital.
Menurut Bayu Satria Utomo, masifnya konten negatif, termasuk di antaranya yang berisi ujaran kebencian dan diskriminasi tentu memperkuat prasangka dan memarginalkan kelompok tertentu di ruang digital atau yang biasa dikenal dengan diskriminasi digital.
“Diskriminasi digital adalah tindakan atau perlakuan yang tidak adil terhadap individu atau kelompok di ruang digital, seperti internet dan platform online, berdasarkan
karakteristik tertentu.
Diskriminasi ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk akses, konten, dan perilaku di lingkungan digital,” papar Bayu Satria
Utomo.
STRATEGI MENCIPTAKAN RUANG DIGITAL TANPA DISKRIMINASI
Salah satu cara untuk melawan konten negatif adalah dengan menciptakan konten positif berupa edukatif dan inspiratif, yang disusun dengan strategi tertentu, sehingga bisa menciptakan ruang digital tanpa diskriminasi.
Menurut Bayu Satria
Utomo, paling tidak ada 3 strategi yang bisa dijalankan untuk menciptakan ruang
digital yang positif.
Pertama dalam bentuk kampanye kesadaran, misalnya dengan menciptakan kampanye melawan diskriminasi dan perundungan.
Kedua, bisa dalam bentuk
kolaborasi komunitas online yang mendukung dan inklusif.
Sedangkan yang ketiga, bisa dengan memanfaatkan platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan
YouTube dalam menyebarkan pesan positif.
“Pentingnya peran generasi muda dalam menciptakan ruang digital yang positif, dimana dampaknya dapat tercipta melalui perubahan kecil yang konsisten, sehingga bisa mewujudkan ruang digital tanpa diskriminasi,” jelas Bayu Satria Utomo.
Gun Gun Siswadi sepakat dengan peran anak muda yang sangat penting dalam menciptakan ruang digital tanpa diskriminasi. Paling tidak ada 3 hal yang bisa
dilakukan anak muda sebagai agen perubahan dalam menghadapi beragam tantangan digital saat ini.
“Pertama inovasi, di mana anak muda dapat menciptakan solusi kreatif dan sololutif melalui literasi digital, kemudian keterlibatan mereka secara aktif dalam isu-isu
sosial dan politik, dan terakhir anak muda melakukan transformasi menjadi agen
perubahan yang membawa dampak positif,” jelas Gun Gun Siswadi. (*)